WAIBAKUL,SELATANINDONESIA.COM – Di bawah langit mendung Waibakul, suara nyanyian ibadah terdengar dari dalam Gedung GKS Jemaat Waihibur. Di sanalah, para perempuan berseragam putih dan biru—anggota Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Sumba Tengah merayakan ulang tahun ke-74 organisasi mereka. Di antara mereka, hadir seorang pejabat dengan wajah serius namun hangat: Bernardus B. Gela, Sekretaris Daerah Kabupaten Sumba Tengah.
Bernardus tak datang sekadar menyampaikan ucapan selamat. Ia membawa pesan penting dari pemerintah daerah tentang krisis kesehatan yang tengah melanda, tentang ribuan anak yang terancam tumbuh tanpa gizi memadai, dan tentang peran para bidan sebagai garda paling depan dalam pertarungan panjang ini.
“Bidan bukan hanya tenaga kesehatan. Mereka adalah benteng pertama, bahkan satu-satunya, di banyak pelosok Sumba Tengah,” ujar Bernardus dalam sambutannya, Selasa, (24/6/2025). Ia tak berbasa-basi menyebut data: 4.415 kasus yang mencakup balita stunting, ibu hamil dengan Kekurangan Energi Kronis (KEK), hingga balita dengan status 2T dan underweight. “Itu bukan angka statistik. Itu anak-anak kita. Masa depan kita,” katanya, disambut anggukan sunyi di antara hadirin.
Tema HUT IBI tahun ini, “Peran Bidan dalam Penguatan Sistem Ketahanan Nasional pada Semua Krisis melalui Sinergi dan Kolaborasi,” menurut Bernardus, sangat relevan dengan situasi di Sumba Tengah. Ia menyerukan agar para bidan tak bekerja sendiri. Gerakan lintas sektor harus segera digalang melibatkan perangkat daerah, PKK, kader posyandu, hingga para tokoh masyarakat dan gereja.
“Ini saatnya aksi bela rasa. Tidak cukup dengan simpati. Kita harus bergerak, turun tangan, menyumbang tenaga, pikiran, bahkan materi,” ujarnya, menyiratkan sebuah panggilan moral.
Bagi Bernardus, perayaan hari jadi IBI bukan sekadar seremoni. Ia mengubahnya menjadi momentum politik kesehatan. Sebuah seruan yang tak lagi bisa ditunda: bahwa masa depan generasi Sumba Tengah sangat bergantung pada bidan, ibu, dan semua orang dewasa yang bersedia bertindak.
Menutup sambutannya, Bernardus menyampaikan penghormatan kepada para bidan yang melayani di tempat-tempat yang bahkan kendaraan pun tak bisa menjangkaunya. “Kalian adalah pelita harapan. Dalam sunyi dan sabar kalian bekerja. Karya kalian adalah fondasi dari ketahanan nasional yang kita impikan.”
Tepuk tangan membahana. Tapi tak ada euforia di ruangan itu hanya tatapan-tatapan serius yang seolah mengerti bahwa mulai hari itu, kerja mereka akan lebih berat dari biasanya. Tapi juga lebih berarti.*/ProkopimSTeng/Laurens Leba Tukan
Komentar