JOGJAKARTA,SELATANINDONESIA.COM – Gemericik pesta demokrasi dalam bentuk Pemilihan Umum sudah dimulai. Partai-partai dan para calon pemimpin bangsa ini nampak muncul kepermukaan. Namun, Pesta lima tahunan ini sejatinya harus tetap mengedepankan penghayatan atas nilai-nilai Pancasila.
Pasalnya, diatas hiruk-pikuk politik adalah kemanusiaan. Pemilu harus melahirkan rasa keadilan dan prosesnya harus berjalan diatas jiwa bangsa yang beradab. Olehnya, Institute of Southeast Asian Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga menyelenggarakan Seminar Kebangsaan Bertajuk “Pemilu untuk Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”.
Seminar yang diselenggarakan di Ruang Interaktif Center Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga, Jumat (7/7/2023) ini menghadirkan Staff Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Antonius Benny Susetyo atau Rombo Benny sebagai Pembicara. Juga para civitas Akademika Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogjakarta serta tamu dari Universitas Islam Negeri Sunan Kudus sebagai peserta.
Dalam keterangan tertulis yang diterima SelatanIndonesia.com, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Dr. Mochamad Sodik, S.Sos, M.Si menyatakan bahwa sebagai miniatur Indonesia, UIN Sunan Kalijaga selalu menjaga komitmen dalam menjaga keragaman dengan berbagai macam latar belakang dalam tiap unsur Pendidikan.
“Diharapkan dengan potensi keberagaman tersebut UIN Sunan Kalijaga selalu dapat menjadi ruang terbuka yang nyaman dan aman untuk setiap unsur di dalam UIN Sunan Kalijaga dalam berbagi sudut pandang dan berdialektika,” sebut Dr. Mochamad Sodik.
Disebutkan, terkait dengan tema Seminar Kebangsaan, Sodik menyatakan bahwa adil merupakan kata yang paling banyak tertulis di dalam naskah pembukaan Undang Undang Dasar 1945. “Hal ini mungkin terjadi karena para Founding Fathers Kita sadar Adil merupakan hal dan cita-cita yang luhur namun dalam kenyataan kehidupan sehari-hari merupakan hal yang paling sulit diwujudkan. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi segenap rakyat dan bangsa Indonesia untuk benar-benar mewujudkan keadilan tersebut. Karena kemanusiaan kita akan utuh jika kita bisa benar-benar menerapkan dan menjaga keadilan dan keberadaban tersebut dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Ia menambahkan, atas hal itu, UIN Sunan Kalijaga selalu menjaga komitmen dalam menjadi Kawah Candradimuka dan menjadi ruang belajar bagi masyarakat untuk benar-benar dapat merefleksikan keadilan, kemanusiaan dan keberagaman.
“Perlu sinergi dari berbagai kelompok untuk menjamin dan mengedepankan kemanusiaan dan keadilan. Karenanya kita harus dan wajib meneruskan cita-cita para pendiri bangsa untuk terus menjaga keadilan, kemanusiaan dan keberagaman yang terangkum dalam Pancasila. Kita harus senantiasa menjaga nilai-nilai tersebut sesuai dengan values yang dimiliki UIN yaitu integrasi dan interkonektif. Dimana, kita dapat bersenyawa meraih kebaikan, dedikasi dan inovasi terkait komitmen kita terhadap kebaikan, Juga selalu terbuka terhadap pembaharuan dan perbaikan keberlanjutan sebagai upaya menjaga sekaligus mengembangkan kebaikan tersebut,” jelasnya.
Sodik menambahkan, bersama BPIP diharapkan selalu terjalin sinergi yang kuat terkait pembumian Pancasila. “Karena bersama BPIP dan UIN Sunan Kalijaga, masyarakat dapat belajar mengenai kemanusiaan dan kepancasilaan karena masyarakat dapat belajar mengenai kehidupan, keberadilan dan keberadaban yang terangkum dalam Pancasila,” sebutnya.
Staff Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Antonius Benny Susetyo mengatakan, semua elemen harus sadar bahwa Pemilu sebagai sarana demokrasi yang ideal dan benar-benar adil adalah suatu hal yang utopis. “Di lapangan kita menghadapi kenyataan bahwa ongkos pemilu yang mahal menjadikan hal yang seharusnya menjadi perayaan dan penghormatan terhadap demokrasi ini menjadi hal yang penuh intrik, dinamika dan transaksi,” sebutnya.
Romo Benny mengatakan, pada akhirnya semua harus kembali pada pandangan Romo Magnis tentang Minus Mallum atau Lesser Evil. “Kita harus memilih mereka yang dosanya paling sedikit dan karenanya sebelum pesta demokrasi yang akan diselenggarakan pada tahun 2024 tersebut kita sudah harus mulai bisa memperhatikan para calon pemimpin dengan melihat rekam jejak, kestabilan psikologis dan kemampuan mereka dalam berdiri bersama rakyat dan pemilih. Kita harus bisa melihat pemimpin mana yang memiliki keutamaan yaitu mereka yang menghormati keberagaman, hak asasi manusia dan peduli pada mereka yang terpinggirkan,” sebutnya.
Romo Benny mengatakan, Indonesia adalah negara demokrasi dengan mayoritas Islam terbesar di dunia. Selama ini, kata dia, Indonesia mampu melaksanakan demokrasi dengan baik dan suksesi kepemimpinan yang relatif damai dan tanpa kekerasan.
“Ini membuktikan bahwa Citra Muslim yang digaungkan oleh barat sebagai umat yang keras dan otoriter tidak terbukti. Indonesia bersama Pancasila terbukti mampu menjaga persatuan dan kesatuan ditengah tantangan ideologi lain yang mencoba merangsek. Karenanya kita harus dapat senantiasa menjaga kestabilan tersebut khususnya dalam momen pesta demokrasi ini,” jelasnya.
Romo Benny menambahkan, dalam era digital ini sifat buruk bangsa Indonesia benar-benar tergali. “Kita tak sadar menjadi pribadi yang melodramatis. Mudah terjebak pada romantisme dan masa keemasan masa lalu serta menjadi mereka yang bersumbu pendek. Mereka yang menjadi komunitas pengiya kata yang membagikan hal dan informasi tanpa menyaringnya terlebih dahulu. Dan karenanya diharapkan setiap peserta seminar kebangsaan dapat selalu menjadi agen perubahan, agen demokrasi dan agen pengedukasi dalam upaya penjaga pemilu yang berkualitas,” sebutnya.
Doktor Komunikasi Politik itu menyebut, para pemilih potensial adalah generasi Z. “Kita harus bisa mengajak dan membawa mereka untuk dapat memilih secara rasional dan tidak terjebak memilih atas dasar afeksi, politik identitas dan romantisme masa lalu yang digunakan pihak pihak yang tidak bertanggungjawab untuk meraih kekuasaan,” katanya.
“Kita harus membuat masyarakat khususnya para gen Z sadar bahwa martabat tidak bisa direduksi dengan uang dan identitas. Dan menjadi bermartabat berarti mereka benar benar bisa memilih atas dasar pikiran sehat dan terhormat. Mereka memilih berdasarkan kenyataan bahwa demokrasi tidak memberi jaminan kesejahteraan namun memberi jaminan mengenai kemanusiaan, kehormatan dan kesempatan,” jelasnya.
Romo Benny juga mengatakan, sebagai Agen Perubahan kiranya para peserta Seminar Kebangsaan dapat memberikan contoh dan edukasi politik kepada masyarakat di sekitarnya. Ia mengharapkan, para peserta seminar dapat memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana cara memilih pemimpin misalnya dengan metode analisa kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) pada setiap calon pemimpin yang akan dipilih. “Ini agar benar-benar didapatkan pemimpin yang efektif dan mampu bekerja sesuai ekspektasi masyarakat,” ujarnya.
Staff Khusus dari Badan yang dikepalai Prof. Yudian Wahyudi ini mengakhiri paparannya dengan menyatakan bahwa “Pada akhirmya berkualitas atau tidaknya suatu Pemilihan Umum tergantung kepada masyarakatnya. Jika masyarakat berkualitas maka hasil Pemilu akan berkualitas. Bonus demografi Indonesia cukup berpotensi. Jika kita bisa menjaga pemilu dan pemerintahan damai maka dalam 10-15 tahun lagi kita bisa menjadi negara maju. Kita tidak boleh menjadi reaktif dan pesimis, pemilu adalah panggilan kita semua untuk melaksanakan tugas mulia mencapai cita-cita kemerdekaan. Walau upaya tersebut tidak dapat diraih dengan singkat namun kita harus jaga agar tetap berlangsung dengan damai dan berkualitas,” ujarnya dalam acara yang dihadiri 100 lebih orang tersebut.***Laurens Leba Tukan



Komentar