GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Berita Hari Ini NTT Sumba Tengah
Beranda / Berita Hari Ini NTT / Sumba Tengah / Bela Rasa dari Waibakul: Gerakan Sunyi Para Pejabat untuk Balita Gizi Buruk

Bela Rasa dari Waibakul: Gerakan Sunyi Para Pejabat untuk Balita Gizi Buruk

Bupati Sumba Tengah Paulus S. K. Limu didampingi Sekda Bernardus B. Gela, dan Kadis Kesehatan Ridho Dj. Samani saat rapat evaluasi program Orang Tua Asu untuk penanggulangan stunting di Sumba Tengah, Kamis (26/6/2025). Foto: ProkopimSTeng

WAIBAKUL,SELATANINDONESIA.COM – Aula Bappelitbangda Kabupaten Sumba Tengah tampak riuh oleh suara para pejabat desa dan kepala puskesmas. Kamis (26/6/2025), mereka berkumpul bukan untuk membahas pembangunan jalan atau jembatan, melainkan nasib balita yang tubuhnya kurus dan pendek, korban sunyi dari kemiskinan gizi di pelosok Sumba.

Bupati Sumba Tengah, Drs. Paulus S. K. Limu, memimpin langsung rapat evaluasi program orang tua asuh untuk penanggulangan stunting, balita 2T (berat badan sangat kurang dan pendek), serta underweight. Ini bukan sekadar rapat rutin. Di ruangan itu, nyawa anak-anak yang terancam masa depannya tengah diperjuangkan lewat data, laporan, dan komitmen yang dibacakan satu per satu oleh para kepala dinas dan camat dari 65 desa dampingan.

“Saya minta jangan ada yang bekerja sendiri-sendiri. Kita harus solid. Ini bukan soal angka, ini soal hidup anak-anak kita,” kata Bupati Paulus dengan nada tegas namun penuh empati.

Ia menyebut gerakan ini sebagai aksi bela rasa, ungkapan khas yang lahir dari nilai kasih dalam budaya Sumba. Setiap perangkat daerah diminta mendampingi langsung balita di desa binaannya, dengan bentuk bantuan yang tak sekadar uang tunai, tetapi juga bahan pangan lokal bernilai gizi tinggi seperti beras, telur, ikan, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.

Namun, bantuan itu pun tak boleh diserahkan begitu saja ke tangan keluarga. “Jangan langsung kasih ke orang tua balita. Koordinasikan dengan PKK dan tenaga gizi agar bisa diolah jadi makanan siap saji. Lebih tepat sasaran,” ujar Bupati Paulus.

Saat Palu Berdentum di Waibakul: Pertukangan Jadi Jalan Sejahtera

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi di tingkat desa, melibatkan kepala desa, BPD, PKK, kader posyandu, dan tokoh masyarakat. Semua pemangku kepentingan diminta bersinergi, tanpa sekat birokrasi.

Di akhir rapat, Sekda Bernardus B. Gela,, para staf ahli, camat, dan kepala puskesmas menyatakan kesanggupan melanjutkan program ini secara berkala. Evaluasi rutin akan dilakukan setiap pekan. “Ini bukan program sekali jalan,” kata Kepala Dinas Kesehatan, Ridho Dj. Samani  yang bertindak sebagai sekretariat program. “Kami ingin ada perubahan nyata, sekecil apa pun.”

Gerakan orang tua asuh di Sumba Tengah memang tak seekspresif kampanye nasional. Ia bergerak perlahan, dari meja rapat ke dapur-dapur desa, dari kantor camat ke rumah posyandu. Tapi justru di sanalah kekuatannya. Kerja diam-diam dari para birokrat daerah yang sadar bahwa menolong anak-anak kurus itu bukan semata urusan statistik, tapi soal harga diri kemanusiaan.*/ProkopimSTeng/Laurens Leba Tukan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement