KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Di tengah upaya mempercepat hilirisasi dan membangun dari desa, Bank NTT menjelma sebagai mesin baru penggerak ekonomi daerah. Dengan setoran dividen senilai Rp38,9 miliar kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), bank milik daerah ini tidak hanya mencatatkan laba, tetapi juga menyuntikkan semangat baru dalam pembangunan berbasis potensi lokal.
“Kami berharap tahun 2025 kontribusi PAD-nya bisa lebih besar,” ujar Yohanis Landu Praing, Pelaksana Tugas Direktur Utama Bank NTT, saat memaparkan capaian dan strategi keuangan di Rapat Koordinasi Optimalisasi PAD, Gedung Sasando, Kamis, 26 Juni 2025.
Langkah ini bukan semata urusan bisnis. Di balik setoran puluhan miliar itu, ada arah kebijakan besar yang sedang digarap Gubernur Emanuel Melkiades Laka Lena dan Wakil Gubernur Johni Asadoma: menjadikan Bank NTT sebagai pengungkit pembangunan desa, ketahanan pangan, dan ekonomi rakyat, sejalan dengan Asta Cita Prabowo-Gibran.
PAD dari Desa
Bank NTT, menurut Yohanis, kini mengedepankan strategi pentahelix, menggabungkan kekuatan akademisi, pelaku usaha, komunitas, pemerintah, dan media. Tujuannya jelas: memperkuat ekosistem pembangunan ekonomi daerah dengan cara yang partisipatif dan berkelanjutan.
“Kami menjalankan apa yang diamanatkan pemegang saham mayoritas, yakni Pemprov NTT. Hasilnya adalah kenaikan pendapatan, baik bagi provinsi, kota, maupun kabupaten,” ujar Yohanis.
Salah satu program unggulan yang kini jadi perhatian adalah pembiayaan sektor pertanian melalui pola kredit mikro dan Popela (Pola Pelayanan Langsung). Di kampung-kampung seperti Bena, program ini berhasil menyalurkan pembiayaan kepada petani tanpa menyisakan kredit macet (NPL).
“Jika pendapatan petani meningkat, PAD otomatis ikut naik,” tegas Yohanis.
Gubernur Melki dan Mesin Ekonomi Daerah
Peran Gubernur Melki Laka Lena terasa dominan dalam transformasi Bank NTT. Tak hanya mendorong pemenuhan modal inti lewat kemitraan dengan Bank Jatim, Melki juga menekankan pentingnya digitalisasi, kanal pembayaran online, dan pembiayaan berbasis komunitas sebagai strategi jangka panjang.
Bank NTT kini tak lagi sekadar lembaga keuangan daerah, tetapi juga bagian dari orkestrasi kebijakan yang lebih besar: membangun NTT dari pinggiran, menggerakkan ekonomi dari kebun petani, dan mengubah potensi lokal menjadi kekuatan fiskal.
“Bank NTT bukan hanya agen keuangan, tapi agen pembangunan,” kata Yohanis menegaskan peran barunya.
Dengan setoran Rp38,9 miliar ke kas daerah dan komitmen ekspansi pembiayaan ke sektor pertanian dan UMKM, Bank NTT menunjukkan bahwa transformasi bukan sekadar retorika. Ini adalah jalan sunyi menuju NTT yang lebih maju dari desa, oleh rakyat, untuk masa depan.*/AB/LLT
Komentar