SOE,SELATANINDONESIA.COM – Melalui tokoh adat Hendrikus Banamtuan, tokoh masyarakat Martinus Nitbanih, tokoh masyarakat Heri K Sabuh, Frengky Ireng Boik tokoh pemuda dan Ketua Pengadilan Agama Soe Moh. Rifa’i,SHI.MH pada Selasa siang (8/12/2020) di kantor Pengadilan Agama Soe menandatangani Surat Kesepakatan Bersama.
Isi dari kesepakatn itu diantaranya, 1). Pembangunan gedung baru dikompleks kantor Pengadilan Agama Soe yang semula diperuntukan untuk Musholla dibatalakan. 2). Tetap melanjutkan pembangunan tetapi diperuntukan untuk ruang serba guna bukan untuk Musholla dan merubah bentuk bangunan yang serupa Mushola serta merobohkan moncong manara.
3). Apabila ada aktifitas ibadah dalam Gending tersebut, maka warga berhak untuk mengambil tindakan untuk menghentikan. 4). Tidak akan ada pembangunan serupa Mushola sampai kapapun dilingkungan Kobalete sampai dengan dilaluinya semua proses yang sesuai dengan aturan yang berlaku 5). Kesepakatan ini bersifat mengikat dan berlaku sampai kapanpun.
Kesepakatan tersebut diatas dibuat berdasarkan adanya aksi warga sekitar sehari sebelumnya, Senin (7/12/2020) yang mendatangai kantor Pengadilan Agama Soe untuk mempertanyakan pembangunan gedung dilingkungan kantor Pengadilan Agama Soe yang disinyalir adalah gedung Musholla atau Masjid yang diperuntukan bagi pegawai dan pengunjung sidang dikantor Pengadilan Agama Soe untuk beribadah.
Hal tersebut yang memicu penolakan warga setempat dengan alasan 1. Rencana pembangunan Musholla atau mesjid te rsebut tidak didahului dengan sosialisasi kepada warga setempat.
Menurut pengakuan dari pemerintah setempat yang telah dikonfirmasi yakni Ketua RT 008 dan Lurah Cendana tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu tentang pembangunan tersebut.
Pendirian Mushola/Mesjid tersebut tidak didasari pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah di wilayah Kelurahan Cendana.
Atas dasar itu maka warga kelurahan Cendana terutama warga Kobalete dan sekitarnya menyatakan, 1). Menyayangkan sikap dari pihak kantor Pengadilan agama Soe yang mengenakan nilai toleransi antar umat beragama. Hal tersebut terbukti dengan tidak adanya sosialisasi kepada seluruh masyarakat Kobalete berkaitan dengan pembangunan Musholla/Mesjid. 2). Keberadaan kantor Pengadilan Agama Negeri Soe di Kobalete tidak sedikitpun membawa perubahan atau dampak positif warga masyarakat Kobslete.
3). Pengadilan Agama Negeri Soe dapat memicu konflik dan perselisihkan sebagai akibat dibangunanya Musholla)Mesjid secara sepihak. 4). Pengadilan Agama Negeri Soe bersikap seperti penguasa. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya pemberitahuan kepada pemerintah setempat dan mengembalikan seluruh prosedur yang harus dilalui dalam pembangunan sebuah rumah ibadah.
5). Kami warga masyarakat Kobalete dan sekitarnya yang dibuktikan dengan Petisi Menyatakan Menolak Adanya Musholla/Masjid dilingkungan Kobalete. 6). Sampai kapanpun kami akan menolak adanya Keberadaan Mushola/Masjid dilingkungan kami. 7). Kami mengharapkan adanya tindakan tegas kepada pihak Pengadilan Agama Negeri Soe sesuai dengan ketentuan yang berlaku di daerah ini sehingga kedepannya tidak ada lagi sikap seperti itu.
Dengan ditandatanganinya Surat Kesepakatan Bersama tersebut maka segala polemik yang terjadi dua hari terakhir ini dianggap selesai. **Paul Papa Resi
Editor: Laurens Leba Tukan