KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Kemelut yang tengah terjadi antara warga Besipae, Kacamatan Amnuban Selatan, Kabupaten TTS dengan pemerintah provinsi NTT kian tak berujung. Kemelut itu makin memanas Ketika pada Selasa 18 Agustus 2020 terjadi pengrusakan terhadap rumah warga oleh aparat satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTT yang dijaga ketat oleh aparat TNI dan Brimob.
Atas peristiwa itu, Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT, Dr. Inche Sayuna menawarkan untuk dilakukan dialog damai dan melibatkan komponen yang lebih luas lagi sehingga bisa dicari jalan keluar terbaik. “Pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap pola pendekatan yang selama ini digunakan untuk bernegosiasi dengan masyarakat di Besipae. Saya tawarkan dialog damai dengan melibatkan unsur tokoh adat, tokoh agama, Pemerintah dan DPRD baik tingkat Propinsi maupun Kabupaten TTS karena dialog damai ini jauh lebih soft,” sebut Inche Sayuna kepada SelatanIndonesia.com, Rabu (19/8/2020).
Sekretrais DPD I Partai Golkar Provinsi NTT ini menambahkan, pendekatan persuasif sudah dilakukan oleh pemerintah provinsi dari awal tetapi belum semua komponen dirangkul. “Saya tahu sudah dilakukan pendekatan persuasif tetapi tidak semua pihak diajak dan duduk bersama untuk mencari jalan keluar terbaik. Kesalahan pemerintah adalah lebih memilih berhadapan langsung dengan rakyat dan kemudian pusing sendiri,” katanya.
Politisi yang terpilih dari daerah pemilihan Kabupaten TTS ini mengatakan, apapun alasannya, negara atau pemerintah tidak dibenarkan melakukan tindakan represif kepada masyarakat. “Tindakan represif bertentangan dengan prinsip keadilan dan kemanusiaan. Sesuai amanat konstitusi, tugas negara atau pemerintah termasuk aparat adalah melindungi dan mengayomi masyarakat. Jadi sangat disayangkan jika negara menggunakan kewenangan yang ada padanya untuk melakukan tindakan represif berupa intimidasi dengan senjata api,” ujar Inche Sayuna.
Disebutkan, persoalan Besipae adalah soal penertiban lahan milik Pemda NTT yang bakal dimanfaatkan untuk sebuah program terpadu pertanian, perkebunan dan peternakan. “Hal ini menjadi sengketa lahan oleh karena ada sejumlah masyarakat yang mendiami lahan itu sekian lama tanpa alas hak. Mereka hidup disitu dan mencari makan disitu dan pemerintah melakukan pembiaran sudah cukup lama,” katanya.
Inche menilai, pemerintah provinsi memeiliki legal standyng yang kuat karena ada bukti sertifikat hak pakai. “Ketika dilakukan negosiasi, masyarakat tolak karena semua kompensasi yang ditawarkan oleh pemerintah tidak diterima oleh msyarakat yang ada di lokasi. Karena itu saya usulkan lagi untuk dialog damai dan melibatkan komponen yang lebih luas lagi sehingga bisa dicari jalan keluar terbaik,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kuasa Hukum warga Besipae, Ahmad Bumi, S.H ketika melaporkan kasus pengrusakan rumah warga Besipae, Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten TTS, di Polda NTT, Rabu (19/8/2020) mengatakan, pembongkaran yang dilakukan adalah perbuatan yang melanggar hukum, dan diduga melanggar Pasal 170 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP.
“Rumah yang dlbongkar dan dirusak adalah rumah milik warga Besipae, yang dibangun dengan biaya sendiri dan dijadikan rumah tinggal bagi keluarga, anak dan isteri. Warga Besipae sudah berulang kali mengajukan protes dan menolak rumah mereka dilakukan pembongkaran secara sepihak tapi aparat tetap memaksa untuk membongkar rumah warga tersebut,” ujar Ahmad Bumi.
Disebutkan Ahmad Bumi, pembongkaran rumah warga Besipae dipimpin oleh Kasat Pol PP Provinsi NTT Cornelis Wadu, dan dijaga ketat oleh aparat keamanan dari Satuan Brimob Polda NTT. “Selain rumah warga Besipae dibongkar rata dengan tanah, makanan dan alat-alat masak diangkut dan dibawah, dan para korban tidak mengetahul makanan dan alat-alat masak bersebut dibawah kemana,” katanya.
Ia menambahkan, warga Besipae yang rumahnya dibongkar menghadapi ancaman dan intimidasi lantatan aparat turun dengan senjata lengkap. “Warga menangis melihat rumahnya dibongkar tapi tidak dihiraukan. Setelah rumah warga Besipae dibongkar, warga tinggal dibawah pohon dan membangun gubuk darurat untuk tempat tinggal sementara, tapi kemudian rumah gubuk tersebut juga dlbongkar dan diratakan,” ujar dia.***Laurens Leba Tukan