KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi NTT menyarankan agar ketika menghadapi kondisi normal baru di NTT yang mulai berlaku sejak 15 Juni 2020 mendatang, dengan tetap menaruh perhatian yang sangat serius untuk menangani para pekerja migran Indonesia (PMI) yang akan pulang dari luar negeri.
“Kita tidak perlu lagi berdebat tentang kewenangan siapa yang menangani, berapa jumlahnya, ilegal atau resmi, dan sebagainya,” ujar Hugo Kalembu kepada SelatanIndonesia.com, Rabu (27/5/2020).
Ketua Komisi III DPRD Provinsi NTT ini mengatakan, pemerintah pusat, provinsi, dan Kabupaten/Kota harus satu persepsi bahwa yang dipulangkan itu adalah anak kandung Bangsa Indonesia yang mengadu nasib di negeri orang. “Mereka wajib dilindungi dan diterima serta diperlakukan dengan sikap ramah, sebagaimana kita perlakukan para mahasiswa dan warga kita di Wuhan, Tiongkok yang kita jemput dengan pesawat, dikarantina dengan jaminan yang prima dan setelah masa karantina berakhir, mereka dipulangkan ke kampungnya masing- masing dalam kondisi sehat,” sebut Hugo.
Politisi Golkar senior asal Pulau Sumba ini menegaskan, perlakukan yang sama harus diperlakukan kepada para PMI yang akan kembali nanti pada akhir Mei dan awal Juni yang akan datang, agar kita tidak dianggap diskriminatif dalam memperlakukan para warga yang oleh konstitusi diposisikan sebagai duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
“Yang dibutuhkan sebenarnya adalah sinergi antar tingkat pemerintahan pusat, provinsi dan kabupaten/ kota. Antisipasi dananya sudah ada dalam APBD pada pos pengeluaran tidak tersangka,” katanya.
Hugo juga mengatakan, yang dibutuhkan adalah koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, dan bila perlu dilakukan sharing dana. “Untuk mengkarantina 5000 orang PMI selama 14 hari, paling banyak dibutuhkan dana Rp 20an milyar sehingga kalau dibagi rata hanya maka sekitar Rp 1 milyar tanggungan tiap Kabupaten dan kota. Tinggal sekarang mau dikarantina dimana, apakah di Provinsi atau di Kabupaten dan Kota masing masing. Hal ini tergantung pertimbangan murni tentang kemudahan, efektivitas dan efisiensi penanganan saat karantina,” jelasnya.
Menurut Hugo, jika pemerintah berhasil menangani dengan baik dan sukses para PMI yang datang nanti ini, maka eskalasi kasus posetif Covid-19 di NTT tidak akan terjadi dan mudah-mudahan tatanan kehidupan normal baru dapat dijalani dengan grafik Covid-19 yang semakin melandai hingga ditemukannya vaksin anti Covid-19 yang memungkinkan untuk kembali menjalani kehidupan dengan normal kembali.
“Sekali lagi, lebih baik keluarkan biaya Rp 20 milyar untuk mengkarantina penuh mereka selama 14 hari, daripada mengerahkan biaya berkali lipat untuk melakukan tracing di kampung-kampung di mana mereka nanti akan tersebar,” ujarnya.
Pasalnya, menurut dia, pengalaman membuktikan, bahwa satu orang pasien Covid-19 yang sudah almarhum tapi setelah ditracing setidaknya dia telah kontak dengan orang lain sekitar 700an orang. “Mari kita masuki tatanan kehidupan new normal 15 Juni yang akan datang dengan mendisiplinkan diri mengikuti protokol Covid-19 yang ditetapkan pemerintah demi keselamatan kita Bersama,” pungkas Hugo.***Laurens Leba Tukan