GESER UNTUK LANJUT MEMBACA
Kesehatan
Beranda / Kesehatan / Dari Laboratorium ke Ruang Kebijakan: Gubernur Melki Laka Lena Kembali ke Kampus USD  

Dari Laboratorium ke Ruang Kebijakan: Gubernur Melki Laka Lena Kembali ke Kampus USD  

Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena ketika membawakan orasi limiah diFakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Sabtu (14/6/2025). Foto: Edy Naga

YOGYAKARTA,SELATANINDONESIA.COM – Sabtu pagi, (14/6/2025), udara di kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta berhembus hangat, membawa aroma nostalgia yang tak biasa. Aula utama Fakultas Farmasi mendadak semarak. Di antara barisan dosen dan mahasiswa yang rapi mengenakan jas almamater, hadir seorang alumni yang tak lagi asing namanya di panggung nasional, Emanuel Melkiades Laka Lena, Gubernur Nusa Tenggara Timur, atau akrab disapa Melki Laka Lena.

Ia tidak datang sebagai pejabat yang membawa program seremonial. Ia pulang sebagai seorang apoteker yang bercerita tentang jalan panjang dari meja praktikum ke meja pengambilan keputusan publik. “Saya berdiri di sini bukan hanya untuk memberi sambutan, tapi menyampaikan sebuah kesaksian,” ujarnya, mengawali orasi ilmiah dalam Puncak Lustrum VI Fakultas Farmasi, kampus yang melahirkannya sebagai sarjana farmasi dan apoteker lebih dari dua dekade lalu.

Menenun Ilmu dan Pengabdian

Melki muda dulu datang dari Kupang, dengan tas berisi buku, mimpi, dan harapan. Ia mengingat jelas ruang-ruang kuliah, malam-malam panjang menyusun laporan praktikum, dan diskusi hangat di lorong kampus yang tak hanya membentuk kecakapannya di bidang kefarmasian, tapi juga nilai hidup. “Saya belajar tentang etika, cinta kasih, dan keberpihakan kepada yang kecil dan terpinggirkan,” katanya lirih.

Nilai-nilai itulah yang menurutnya membentuk arah hidupnya kelak, dari aktivis PMKRI, tenaga ahli di Kementerian ESDM, anggota dan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, hingga kini menjadi pemimpin provinsi yang berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste. “Semua itu bermula dari USD,” ia menggarisbawahi.

Satu Nafas dari Perbatasan, Satu Nama untuk KONI NTT: Melki Laka Lena

Farmasi sebagai Gerakan Sosial

Lebih dari sekadar ilmu tentang senyawa dan dosis, farmasi baginya adalah ruang pengabdian. Sebab itu, ketika dipercaya memimpin Panitia Kerja RUU Kesehatan, yang kini telah disahkan menjadi UU Nomor 17 Tahun 2023, Melki memastikan profesi kefarmasian tak hanya disebut, tapi diperkuat peran strategisnya.

“Tenaga kefarmasian bukan sekadar pelengkap di sistem kesehatan. Mereka adalah ujung tombak pelayanan publik yang adil,” katanya lantang. Spirit sinergi antarprofesi, menurutnya, adalah satu-satunya cara untuk memperkuat sistem kesehatan nasional. “Sinergi bukan duduk bersama dalam forum, tapi saling mendengarkan dan mendukung,” ujarnya.

Sebagai Gubernur, ia menerjemahkan semangat itu dalam kerja nyata: membangun rumah sakit pratama lengkap dengan listrik dan air bersih, memperkuat posyandu dan imunisasi sekolah, hingga menyinergikan program gizi dengan pemberdayaan ekonomi lokal. Di NTT, pembangunan kesehatan tak berdiri sendiri, ia terkait dengan infrastruktur, pendidikan, bahkan pertanian dan UMKM.

Kepemimpinan yang Hadir

Melki–Muhaimin di Kupang: Menenun Pendidikan, Menata Rumah, Menghapus Kemiskinan

Melki menolak gaya kepemimpinan yang dingin dan birokratis. Ia lebih suka hadir langsung ke desa-desa, menyapa bidan dan kader kesehatan, dan menanyakan langsung kepada warga apa yang mereka butuhkan. “Kita tidak tunggu perubahan dari pusat. Kita mulai dari bawah, dari komunitas, dari keluarga yang ingin keluar dari ketertinggalan,” ujarnya.

Dalam perspektifnya, apoteker bukan hanya ilmuwan, tetapi pelayan. Mereka harus berani keluar dari laboratorium dan masuk ke masyarakat. “Kita butuh apoteker yang punya nyali untuk melangkah,” katanya, disambut tepuk tangan meriah dari para mahasiswa yang duduk di baris depan.

Dari Tanaman Obat ke Masa Depan Kesehatan

Salah satu program unggulan yang kini dikembangkan di NTT adalah hilirisasi tanaman obat lokal. Melki mendorong para apoteker muda untuk tidak hanya membuka apotek di kota, tapi menjadi penggerak di komunitas: mendidik, memberdayakan, dan menyentuh kehidupan nyata. “Jangan hanya jadi dispenser technician,” sindirnya setengah bercanda. “Jadilah pelayan masyarakat.”

Orasinya ditutup dengan refleksi penuh harapan. Bagi Melki, usia tiga dekade Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma bukan hanya catatan sejarah institusi, tapi cerita tentang karakter, nilai, dan keberanian untuk peduli. “Kesehatan yang bermartabat tak akan lahir dari diam,” katanya. “Ia menuntut keberanian untuk melangkah dan komitmen untuk mengubah keadaan dari akar.”

Menjaga Niat Baik MBG, Mengawal Keamanan Generasi

Hari itu, aula kecil di kampus Sanata Dharma bukan hanya menjadi ruang nostalgia. Ia menjadi ruang pengingat bahwa ilmu bisa mengubah dunia, jika dibarengi keberanian untuk bergerak.*/Laurens Leba Tukan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

× Advertisement
× Advertisement