PENGUATAN LOCAL TAXING POWER

139
Dr. Frits Oscar Fanggidae

Oleh Frits Oscar Fanggidae – Dosen FE UKAW Kupang, Local Expert Kementerian Keuangan pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan NTT

Hari-hari ini, seluruh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia sedang berpacu menjelang tenggat waktu Januari 2024, ihwal penetapan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), yang mengacu pada UU. No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Jika melewati tenggat waktu tersebut, Pemda tidak dapat memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diatur dalam UU. No. 28 Tahun 2009, sementara Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLM) serta Bagi Hasil PKB dan BBNKB masih diperkenankan sampai Januari 2025. Hal ini tentu saja sangat merugikan bagi masing-masing Pemda.

Setelah diberlakukannya UU No. 1 Tahun 2022, pengaturan PDRD mengalami perubahan. Aspek penting dari perubahan ini adalah terdapatnya penguatan local taxing power atau penguatan terhadap kewenangan Pemerintah Daerah untuk merumuskan dan memberlakukan instrumen perpajakan untuk meningkatkan pendapatan daerahnya.

Penguatan sebagaimana dimaksud terjadi melalui penambahan dua jenis pajak daerah baru kepada Pemerintah Provinsi, yaitu Pajak Alat Berat (PAB) dan Opsen Pajak MBLB. Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, diberi Opsen (tambahan) PKB dan Opsen BBNKB sebagai ganti Bagi Hasil PKB dan BBNKB. Pemungutan pajak berbasis konsumsi oleh Pemerintah Kab/Kota direklasifikasi dari 5 jenis pajak menjadi 1 (satu) jenis pajak yaitu Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), sehingga pemungutannya menjadi lebih simpel.  Selain pajak daerah, retribusi daerah juga dirasionalisasi dari 32 jenis menjadi 18 jenis, sehingga jenis retribusi daerah yang dikelola Pemda menjadi lebih fokus pada jenis retribusi yang nyata, berpotensi dan pemungutannya lebih simpel.

Mengapa local taxing power Pemda perlu diperkuat? Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa, desentralisasi fiskal yang dilaksanakan berbarengan dengan pemeberian otonomi kepada daerah untuk mengurus diri sendiri, ternyata masih menimbulkan ketimpangan fiskal vertikal antara pemerintah pusat dan daerah dan ketimpangan fiskal horizontal diantara pemerintah daerah. Ketimpangan fiskal vertikal mengindikasikan ketergantungan fiskal pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Ketimpangan fiskal horizontal mengindikasikan perbedaan kapasitas dan kebutuhan  fiskal antar daerah. Penguatan pada aspek perpajakan daerah diharapkan meningkatkan kapasitas keuangan daerah, sehingga ketimpangan fiskal vertikal dan horizontal dapat diatasi.

Selain itu, penguatan local taxing power juga dimaksudkan menjadikan pemerintah daerah lebih terikat dan bertanggungjawab terhadap masyarakat sebagai pembayar pajak. Penerimaan pajak daerah yang kemudian masuk sebagai pendapatan di APBD, harus dibelanjakan secara bertanggungjawab untuk melayani kebutuhan masyarakat. Terdapat sejumlah penerimaan pajak daerah seperti Pajak Rokok dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang bersifat earmark, artinya penggunaannya sudah ditentukan untuk kepentingan publik/masyarakat. Dengan demikian, dimensi lain dari penguatan local taxing power adalah menciptakan kontrak fiskal antara pemerintah daerah dan masyarakat yang menjadikan pemerintah daerah lebih bertanggungjawab. Tujuan jangka panjang dari penguatan local taxing power tersebut adalah  mendekatkan desentralisasi fiskal dan desentralisasi ekonomi.

Pengaturan PDRB melalui UU No. 1 Tahun 2022 tersebut menjadikan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota harus bersinergi untuk mendapat hasil yang baik. Sebelum UU No. 1 Tahun 2022, Pemerintah Provinsi bekerja keras memungut PKB dan BBNKB, kemudian membagi hasilnya dengan Pemerintah Kab/Kota, yang tidak terlibat dalam pemungutan PKB. Ini tidak adil bagi Pemerintah Provinsi. Sekarang, bagi hasil PKB dan BBNKB dihapus, dan kepada Pemkab/Pemkot diganti dengan Opsen PKB dan Opsen BBNKB. Penggantian ini mengharuskan Pemeritah Provinsi dan Pemkab/Pemkot harus sama-sama bekerja, menciptakan sinergi, sehingga pemungutan PKB, BBNKB dan opsennya optimal. Demikian pula yang terjadi melalui Opsen Pajak MBLB, Pemkab/Pemkot dan Pemerintah Provinsi harus bersinergi. Jika semua bekerja keras, Pemerintah Provinsi dan Pemkab/Pemkot akan menerima tambahan PAD yang signifikan melalui PKB, BBNKB dan Opsen MBLB.

Peluang lain bagi Pemerintah Provinsi dan Pemkab/Pemkot dalam meningkatkan pendapatan dan kapasitas keuangan daerahnya adalah melalui rasionalisasi Retribusi Daerah. Rasionalisasi ini menjadikan Pemda bisa fokus mengelola jenis pelayanan retribusi daerah yang benar-benar nyata dan berpotensi secara ekonomis. Akan tetapi tatakelolanya harus benar-benar diperbaiki, dan Pimpinan Perangkat Daerah yang mengelola berbagai jenis pelayanan retribusi daerah harus memperlihatkan akuntabilitas yang tinggi.

Bukan rahasia lagi bahwa, sampai sejauh ini kontribusi retribusi daerah terhadap PAD sangat kecil. Di NTT, baik aras provinsi maupun kabupaten/kota, kontribusi retribusi daerah terhadap PAD tidak lebih dari 5%. Persoalannya terletak pada tatakelola yang kurang baik, inefisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya, dan kepedulian Pimpinan Perangkat Daerah yang kurang memadai. Untuk itu, harus terjadi perbaikan signifikan dalam tatakelola dan akuntabilitas Pimpinan Perangkat daerah.

Perbaikan tatakelola retribusi daerah mencakup kewajiban menyusun rencana bisnis yang baik, perbaikan dalam proses bisnis dan perlu adanya kontrak kinerja dari Pimpinan Perangkat Daerah. Setiap Perangkat Derah yang mengelola jenis pelayanan retribusi daerah, perlu menyusun rencana bisnis yang baik, yang didasarkan pada kajian untuk menentukan investasi penyediaan sarana/prasarana layanan yang feasible, menetapkan SOP yang jelas dalam pemberian layanan, adanya pengendalian yang jelas terhadap penggunaan biaya dan perolehan pendapatan untuk memastikan penerimaan bersih pada tingkat ekonomis. Untuk itu, Kepala Daerah perlu  mewajibkan setiap Pimpinan Perangkat Daerah membuat kontrak kinerja penerimaan retribusi daerah setiap tahun. Pimpinan Perangkat Daerah dan jajarannya yang mampu mencapai bahkan melampaui target penerimaan, berhak mendapatkan reward; sebaliknya wajar mendapat punishment !*/

Center Align Buttons in Bootstrap