WAINGAPU,SELATANINDONESIA.COM – Selama dua hari, sejak Senin 4 Juli hingga Selasa 5 Juli 2022 diselenggarakan Rapat Kerja (Raker) Percepatan Penunrunan Stunting seluruh Provinsi Nusa Tenggara Timur di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur.
Sejumlah simpul kesepakatan diambil bersama para pemangku kepentingan, berdasarkan arahan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat serta hasil laporan para Bupati dan Walikota dari arena Raker.
Ketua Pokja Percepatan Penurunan Stunting, AKI dan AKB Provinsi NTT, Sarah Lery Mboeik menyebut, sejumlah hal urgen yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti diantaranya aksi sampai dengan akhir tahun 2022. “Penurunan Stunting melalui pencegahan difokuskan pada Baduta Stunting (0 – 23 bulan) hasil timbang Februari 2022 sebanyak 29.406 melalui intervensi spesifik dengan klasifikasi, Gizi kurang dan gizi buruk melalui PMT selama 90 hari dan Gizi baik melalui pemberian mikro nutrien,” sebut Lerry Mboeik kepada SelatanIndonesia.com, Selasa (5/7/2022).
Selain itu, penurunan stunting melalui penanganan difokuskan pada Balita Stunting (24 – 59 bulan) hasil timbang Februari 2022 sebanyak 61.626 melalui intervensi sensitif, dapat dituntaskan pada tahun 2023. “Pada Agustus 2022 akan dilakukan penimbangan, sehingga progress terhadap upaya percepatan penurunan stunting dapat diketahui terhadap Baduta/Balita stunting berjumlah 91.032 hasil timbang Februari 2022, maka perlu perhatian agar seluruh sasaran stunting ditimbang di Posyandu. Dan, dilakukan penimbangan dengan alat yang berstandar serta pelaksanaan timbang dipastikan dilakukan oleh Tenaga Kesehatan,” katanya.
Disebutkan Lerry Moeik, disimuplkan juga bahwa para Bupati/Walikota terus mengawal pelaksanaan teknis lapangan dalam peningkatan konvergensi, intervensi spesifik dan sensitif, baik yang didanai oleh Pemerintah Pusat, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, ADD maupun swadaya masyarakat.
Lery Mboeik juga menyebutkan, disepakati pula Rencana Aksi tahun 2023. “Upaya pencegahan ibu hamil KEK agar tidak melahirkan anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan stunting melalui PMT 90 hari. Menuntaskan penanganan pada balita stunting yang tersisa dari 61.626 hasil timbang Februari 2022 dan hasil timbang Agustus 2022 melalui intervensi sensitif,” ujarnya.
Selain itu, RKPD Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2023 telah difasilitasi Pemerintah Provinsi NTT dengan target penurunan stunting reta-rata sebesar 10%. Ada pula yang di bawah 10% dan bahkan ada yang 0%, maka desain percepatan penurunan stunting (Inovasi Pemerintah Provinsi NTT melalui TPPS Provinsi). “Perlu dikawal dengan menugaskan Bappelitbangda dan Dinas Kesehatan masing-masing mulai sekarang ketat melakukan konsolidasi organisasi, konsolidasi kebijakan/program dan konsolidasi anggaran untuk kerja-kerja peningkatan konvergensi, intervensi spesifik dan sensitif,” jelas Lerry Mboeik.
Sebelumnya diberitakan, Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bingtilu Laiskodat menantang komitmen para kepala daerah (Kada) untuk melakukan inovasi percepatan penurunan stunting hingga 10 persen.
“Pada Raker seri ketiga di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada Oktober 2022 nanti, stunting di semua daerah harus turun hingga 10 persen,” sebut Gubernur Laiskodat ketika membuka rapat kerja (raker) Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Nusa Tenggara Timur di Aula Puru Kambera, Hotel Kambaniru, Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Senin hingga Selasa (4-5/7/2022).
Momentum itu, Gubernur Laiskodat menandatangani dan mengesahkan Rencana Aksi Daerah Penurunan Stunting, Angka Kematian Ibu dan Anak serta menyerahkan Roadmap Rencana Aksi Daerah Penurunan Stunting, Angka Kematian Ibu dan Anak kepada Bupati Sumba Timur Khristofel Praing dan Bupati Belu dr. Agustinus Taolin.
Pemerintah Provinsi NTT telah menetapkan prevalensi stunting sebagai bagian indeks pembangunan manusia sebesar 12-10 persen pada akhir periode RPJMD 2018-2023. Demi pencapaian tersebut, pemerintah provinsi NTT telah menetapkan kebijakan angka prevalensi stunting menjadi bagian dari indeks kinerja utama para bupati se-NTT.
Kendati termasuk provinsi dengan angka stunting tertinggi di Indonesia, NTT menorehkan hasil positif penurunan persentase stunting, pada tiga tahun kepemimpinan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakilnya Josef Nae Soi.
Dalam Rapat Kerja itu Gubernur Laiskodat mengevaluasi upaya percepatan penurunan Stunting di semua kabupaten juga upaya penurunan kematian ibu dan bayi yang saling berkaitan. Selain itu, Gubernur Laiskodat juga meluncurkan Road Map dan Rencana Aksi Penurunan Stunting, Kematian Ibu dan Bayi serta Program Kakak Angkat yang merupakan pembelajaran dari kabupaten Rote Ndao.
“Sejak Agustus 2019 hingga Februari 2022 trend prevalensi stunting di NTT terus mengalami penurunan. Di periode Agustus 2020 – Agustus 2021 mengalami penurunan sebesar 3,1%. Sedangkan Februari 2021 – Februari 2022 mengalami penurunan sebesar 1,4%, yaitu prevalensi stunting menjadi 22%,” sebut Ketua Pokja Percepatan Penurunan Stunting, AKI dan AKB NTT, Sarah Lery Mboeik.
Lery Mboeik menjelaskan, hasil fasilitasi RKPD Tahun 2023, Kabupaten/Kota menyepakati target penurunan stunting rata-rata 10%. 2 Kabupaten menargetkan di bawah 10% yaitu Kabupaten Ngada 9,78% dan Manggarai Timur 7,5%. Bahkan ada yang menargetkan stunting 0% yaitu Kabupaten Sikka.
Ia membeberkan evalausi operasi timbang bulan Februari tahun 2022 diantaranya, dari 22 kabupaten kota masih ada 2 kabupaten dengan prosentase stunting diatas 30% yaitu Kabupaten Sumba Barat Daya dan TTU. “Terdapat 10 kabupaten dan kota dengan prosentase stunting 20-23% yaitu Kabupaten TTS, Rote Ndao, Kota Kupang, Sabu Raijua, Kabupaten Kupang, Sumba Barat, Lembata, Sumba Timur, Flores Timur dan Manggarai. Sedangkan 10 kabupaten dengan prosentase stunting dibawah 20% yaitu Kabupaten Malaka, Sikka, Manggarai Barat, Belu, Alor, Ende, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo dan Sumba Tengah,” ujarnya.***Laurens Leba Tukan