KUPANG,SELATANINDONESIA.COM–Anggota Komisi III DPR RI Bidang Hukum dan HAM, Sari Yuliati dan Wakil Ketua DPRD NTT, Dr. Inche DP Sayuna mendesak Polda NTT segera mengungkap kasus pembunuhan anak dan ibu secara terang benderang.
Menurut kedua politisi Golkar ini, kasus pembunuhan Astri (30) dan Lael (1) tidak boleh berhenti walaupun Randy Badjideh telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka mendorong kepolisian mendalami motif pelaku, Randy yang menyerahkan diri pada Kamis lalu (2/12).
“Polda NTT agar mengungkap kasus ini dengan seterang-terangnya dan menuntaskan dengan seadil-adilnya. Perlu pula didalami kemungkinan adanya pelaku lain serta motif yang mendasari,” sebut politisi Senayan asal Nusa Tenggara Barat ini, Minggu (5/12/2021).
Sebagai anggota DPR RI bidang hukum, Sari merasa terpanggil untuk mengikuti kasus ini. Ia menyatakan, sebagai wakil rakyat dan perempuan merasa sangat sedih terjadinya kasus yang menimpa seorang ibu beserta anaknya.
“Saya mengucapkan rasa belasungkawa sedalam-dalamnya. Semoga keluarga diberi kekuatan. Kita sangat mengutuk keras perbuatan pelaku dan berharap pelaku dihukum sesuai perbuatannya,” ucapnya.
Wakil Ketua DPRD NTT, Dr. Inche DP Sayuna mengatakan, kasus pembunuhan Ibu (Astri) dan Anak (Lael) di Kupang telah menemui titik terang dengan penyerahan diri Randy Badjideh pada Kamis 2 Desember 2021 lalu. “Kasus ini cukup menyita perhatian publik karena selain merupakan pembunuhan yang sadis dan mengerikan juga karena aparat kepolisian dinilai sangat lamban dalam menemukan pelaku kejahatan sadis ini,” sebut Inche Sayuna, Minggu (5/12/2021).
Sekretaris DPD I Partai Golkar Provinsi NTT ini mengatakan, saat ini aparat kepolisian sudah harus bekerja lebih keras lagi dalam menginterogasi tersangka pembunuhan untuk mengungkap motif pembunuhan dan mendalami siapa siapa yang ikut terlibat dalam kejahatan ini.
Ia bahkan mendesak, bila perlu polisi dapat menggunakan kecanggihan tekhnilogi yang ada untuk mengungkapkan kasus ini secara terang benderang. Misalnya, pembacaan CDRI (Call Data Record Information) dan juga alat tes kebohongan (Lie Detektor) dapat dipakai untuk mengetes keterangan yang bersangkutan termasuk juga kepada subjek subjek lain yang diduga ikut terlibat dalam kasus tersebut.
“Sebagai seorang ibu, saya mengutuk perbuatan yang dilakukan oleh para tersangka. Ini kejahatan yang sangat sadis dan mengerikan karena dilakukan terhadap seorang perempuan dan anak dibawah umur dan pelaku kejahatannya diduga orang dekat yang memiliki hubungan yang dalam dengan korban. Kita menaruh harapan agar seluruh aparat dapat bekerja secara profesional dalam mengungkap kasus ini dan mempersangkakan pasal berlapis karena selain pembunuhan berencana juga melibatkan anak dibawah umur,” sebut Inche Sayuna.
Tidak Yakin Hanya Satu Tersangka
Tim Pencari Fakta Independen (TPFI) tidak yakin hanya ada satu tersangka dalam kasus pembunuhan Astri Manafe dan Lael Maccabee. Oleh karena itu, diminta kepada Polda NTT untuk bekerja serius.
Ketua TPFI, Sam Haning di Kupang, Sabtu (4/12/2021) mengatakan, penetapan Randy Badjideh (31) sebagai tersangka dalam kasus ini bukan sebuah prestasi. Apalagi, tersangka sendiri yang datang menyerahkan diri. “Hasil penyelidikan tidak ada. Artinya kinerja kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini belum terlihat. Lalu selama ini di mana itu hasil,” kata Sam dilansir dari RakyatNTT.com.
Ia menyebutkan, pengungkapan kasus ini sebenarnya tidak sulit. Pasalnya, sejak masih ditangani Polsek Alak, tersangka Randy sudah diperiksa. Namun anehnya penetapan tersangka baru dilakukan setelah tersangka menyerahkan diri dan mengaku sebagai pelaku.
Menurut Sam, sebelumnya TPFI sudah menyampaikan laporan hasil penyelidikan kepada Kapolda NTT. Sayangnya, pengusutan kasus ini cukup memakan waktu. “Jangankan kita minta penetapan dua atau tiga tersangka, satu aja sulit. Karena ini tersangka yang datang serahkan diri bukan hasil prestasi kerja,” kata Sam.
Sam yakin dalam kasus ini tidak hanya satu pelaku. Hal ini sesuai dengan pendalaman terhadap fakta-fakta dan bukti-bukti yang ada. Ada sejumlah skenario seharusnya ditelusuri tuntas oleh kepolisian. Oleh karena itu, ia berharap kepolisian bisa menuntaskan persoalan ini dengan bekerja lebih baik
Pihak keluarga dan masyarakat sangsi jika Randy disebut tersangka tunggal. Pasalnya, berdasarkan hasil otopsi dan barang bukti yang ada, diduga pelaku lebih dari 1 orang.
Untuk diketahui, sejak ditemukan jenazah pada 30 Oktober 2021 lalu, polisi mengamankan sejumlah barang bukti dari lokasi kejadian yakni dua kantong plastik warna hitam yang dipakai membungkus jenazah.
Selain itu, polisi juga mengamankan celana pendek jeans merk Lea, ikat rambut, sisa rambut perempuan, pakaian dalam wanita, masker, ikat pinggang perempuan, baju, topi perempuan dan jaket jeans bayi, popok bayi dan pakaian bayi serta pakaian yang dipakai kedua korban. Barang bukti tersebut diamankan di Polsek Alak sejak Sabtu (30/11/2021).
Hasil Otopsi Ada Tanda Kekerasan
Otopsi terhadap kedua jenazah dilakukan tim dokter Polri dari Rumah Sakit Bhayangkara Titus Uly Kupang. Otopsi dipimpin AKBP dr. Edi S. Hasibuan, SpF didampingi Kapolsek Alak, Kompol Tatang P. Panjaitan, SH SIK MH dan penyidik Reskrim Polsek Alak maupun Polres Kupang Kota.
Berdasarkan hasil otopsi pada dua jenazah, diperoleh hasil kalau jenazah bayi laki-laki diperkirakan berusia antara 1-3 tahun. Belakangan diketahui balita laki-laki bernama Lael Maccabee ini berusia 1 tahun.
Diduga bayi ini dianiaya dan dibekap sebelum meninggal karena ditemukan memar di pipi kanan. Ada pula tanda kekerasan di kepala mengakibatkan tempurung kepala pecah. Ada resapan darah pada tulang tengkorak. Kuku berwarna kebiruan karena kekurangan oksigen.
Diduga bayi laki-laki ini meninggal dunia karena kehabisan oksigen akibat dibekap, bukan karena benturan di kepala.
Sementara jenazah wanita yang ditemukan diperkirakan berusia di atas 25 tahun. Belakangan diketahui korban bernama Astri Manafe berusia 30 tahun.
Dokter menemukan ada memar pada kepala bagian kiri dan belakang. Ada resapan darah, namun tengkorak kepala tidak retak. Kemungkinan korban mengalami kekerasan menggunakan tangan.
Pada bagian dahi ada memar. Terdapat luka di pelipis kiri dan memar pada bagian wajah sebelah kiri. Diduga akibat kekerasan di wajah dan diperkirakan menggunakan tangan karena gigi masih utuh.
Selanjutnya, pada bagian rusuk di bawah ketiak sebelah kiri terdapat memar dan ada penumpukan darah. Ini diduga akibat kekerasan.
Pada bagian tangan kiri yakni punggung tangan terdapat luka, diduga korban sempat melakukan perlawanan.
Diduga kuat kedua korban meninggal karena kehabisan oksigen akibat dibekap dengan tangan dan bukan karena benturan pada kepala.
Ada juga dugaan kalau korban perempuan dewasa sempat berkelahi dengan pelaku karena ada luka di tangan kiri yang diperkirakan karena korban melakukan perlawanan.
Sebelumnya, pada Senin (29/11/2021) lalu, Tim Pencari Fakta Independen (TPFI) mengungkap sejumlah fakta seputar kematian kedua korban. Koordinator Lapangan TPFI, Buang Sine mengatakan berdasarkan bukti-bukti dan hasil otopsi kemungkinan pelaku pembunuhan terhadap Astri dan Lael lebih dari satu orang.
“Karung plastik ukuran besar itu dipakai untuk isi tubuh korban orang dewasa antara 45 kg lebih. Lalu ditambah anak dan jika alat bukti linggis itu betul dipakai untuk menggali kubur dua jenazah, maka logikanya tidak mungkin hanya pelaku sendiri yang pikul atau pegang karung berisi dua jenazah sambil menggali lubang. Jadi, kemungkinan pelakunya lebih dari satu orang,” ungkap Buang seperti dilansir korantimor.com.
Selanjutnya, sebut Buang, ada tiga tempat kejadian perkara. Pertama adalah kos si ‘B’ dan di situ ada penjemputan korban oleh si ‘A’. Maka, jika pelaku adalah yang menjemput korban, berarti pelaku sudah berjumlah dua orang. Kecuali jika si ‘A’ yang bawa mobil dan jemput langsung (korban), maka berarti pelakunya bisa tunggal.
“Jadi menurut kami, ada TKP 1, 2, dan 3. TKP 1 kos dimana korban dijemput, TKP 2 tempat dimana korban dihabisi (dibunuh), dan TKP 3 dimana korban dikubur,” bebernya.
Menurut Buang, untuk dapat memperoleh petunjuk tambahan ke arah pelaku, pihak kepolisian dapat memanfaatkan CDR (Call Data Record) yang berisi rekaman kontak terakhir korban.
“Mudah-mudahan kepolisian sudah punya alat ini atau aplikasi ini. Alat ini membantu kepolisian untuk tahu titik-titik koordinat komunikasi korban dan orang yang terduga pelaku pembunuhan,” ungkap mantan penyidik ini.***Laurens Leba Tukan