JAKARTA,SELTANINDONESIA.COM – Pemilihan Wakil Bupati Kabupaten Ende, tanggal 11 November 2021, mengungkap fakta baru. Calon Wakil Bupati Erikos Emanuel Rede yang terpilih, disebut-sebut tidak menyertakan SK Persetujuan DPP Gabungan Partai Politik Pengusung sesuai dengan syarat yang diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan.
Polemik soal sah tidaknya hasil pemilihan Wakil Bipati Ende, Erikos Emanuel Rede, terdapat dua pandangan yang bertolak belakang, satu pihak berpandangan bahwa pemilihan Wakil Bupati Ende Erikos Emanuel Rede tidak sah, cacat dan batal, sedangkan pihak lain berpandangan bahwa pemilihan Erikos Emanuel Rede tetap sah karena didukung 23 suara Anggota DPRD dan tidak ada syarat batal.
Koordinator Tim Penegak Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, SH menilai, kedua pandangan yang bertolak belakang di atas, hanya bisa dipastikan penyelesaian dengan cara kembalikan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu kepada UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan PKPU No.1 Tahun 2020 Tentang Pencalonan dalam Pilkada dll.
Secara Hukum Ada Syarat Batal
Petrus Selestinus menjelaskan, di dalam Peraturan Perundang-undangan UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada dan PKPU No. 1 Tahun 2020, sebagai Peraturan Pelaksananya, disitu ditegaskan bahwa: “dalam hal Wakil Bupati berhenti
karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan, pengisian Wakil Bupati dilakukan melalui mekanisme pemilihan di DPRD Kabupaten berdasarkan usulan dari Parati Polotik atau gabunngan Partai Politik pengusung.
“Selanjutnya, dikatakan bahwa “dalam mendaftarkan bakal pasangan calon (calon) oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik “harus” memenuhi persyaratan antara lain “menyertakan dokumen syarat calon dan surat persetujuan pasangan calon yang ditandatangani oleh Pimpinan Parpol tingkat pusat” (dua syarat ini memiliki derajat dan akibat hukum yang sama).
Kata-kata berupa “harus” memenuhi persyaratan menyertakan dokumen syarat calon dan surat persetujuan pasangan calon yang ditandatangani oleh Pimpinan Parpol tingkat pusat”, artinya SK DPP Parpol menjadi syarat yang bersifat “absolut” dan setara dengan syarat-syarat calon lainnya. Artinya jika tidak disertakan SK DPP Partai, maka implikasi hukumnya calon terpilih harus dinyatakan batal,” sebut Petrus kepada SelatanIndonesia.com, Sabtu (27/11/2021).
SK DPP dan Syarat Dukungan 25%
Petrus Selestinus mengatakan, pada bagian lain Peraturan dimaksud, dikatakan bahwa, “dalam hal terdapat satu atau lebih Partai Politik dalam gabungan Partai Politik Pengusung tidak lampirkan SK DPP Partai tingkat pusat tentang persetujuan pasangan (calon), KPU (DPRD) menyatakan Partai Politik tsb tidak menjadi bagian dari Partai Politik pengusul bakal pasangan calon (calon) dan mencatatanya dalam Berita Acara.
“Ketentuan untuk mencatatnya dalam Berita Acara, dimaksudkan sebagai bukti yang terkait langsung dengan syarat dukungan 25% jumlah kursi Anggota DPRD dari Partai Politik yang mengusung, karena jika hanya satu atau dua Partai Politik Pengusung yang menyertakan SK DPP Partai Politik yang berkoalisi, maka Partai Politik lainnya tidak menjadi bagian dari Partai Politik Pengusung, dan berimplikasi kepada tidak terpenuhi syarat dukungan paling sedikit 25% jumlah kursi dari akumulasi perolehan suara sah,” ujar Petrus.
Karena itu, kata dia, Berita Acara yang mencatat Partai Politik yang tidak menjadi bagian dari Partai Politik Pengusung, menjadi penentu syarat dukungan dan sah tidaknya hasil pemilihan Wakil Bupati Ende. “Ini akan menjadi persoalan hukum yang lebih rumit dan berimplikasi pada tidak sahnya paket kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Ende dalam menjalankan pemerintahan. Para pihak yang berkepentingan harus duduk sama-sama mendiskusikan jalan keluar penyelesaian karena dipastikan Mendagri akan menolak jika ada syarat yang bersifat absolut tidak terpenuhi dan berpotensi digugat ke Pengadilan,” jelasnya.
Pengadilan Bisa Batalkan
Petrus menambahkan, kasus pemilihan Wakil Bupati Ende, 11 November 2021, mengingatkan publik pada sengketa Pilkada Manggarai Barat tahun 2010 antara Paket Fidelis Pranda dan Vincent Patta melawan Mendagri. Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) yang diketuai Paulus Effendi Lotulung dalam putusannya 7 Mei 2012, menolak Permohonan Kasasi Mendagri dan Membatalkan SK. Pengangkatan dan Pengesahan Bupati-Wakil Bupati terpilih Gusti Dula-Maksimus Gasa.
“Kasus Pilkada Manggarai Barat pada 10 tahun yang lalu, harus menjadi pelajaran penting bagi kita semua, karena cepat atau lambat cacat hukum yang terjadi 10 tahun yang lalu akan menjadi persoalan hukum yang bakal dihadapi terutama terkait dengan produk-produk kebijakan publik yang dihasilkan oleh Bupati-Wakil Bupati Gusti Dula-Maksimus Gasa,” ujarnya.
Berdasarkan putusan MA dimaksud, lanjut Petrus, maka secara hukum selama 5 tahun (2010-2015) masa kepemimpinan Bupati Manggarai Barat Gusti Dula-Maksimus Gasa, dibiarkan berlangsung dalam keadaan cacat hukum karena proses pemilihannya cacat hukum dengan segala akibat hukumnya.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kabupaten Ende, Megy Sigasare berharap, Mendagri sebagai eksekutor terakhir melihat dengan jernih semua proses yang sudah dilaksanakan. “Secara proses politik di Ende sudah jalan semua, tinggal eksekutor terakhir ada di Mendagri. Kita harap Mendagri melihat dengan jernih semua proses yang sudah berjalan di Ende, termasuk syarat-syarat yang diamanatkan regulasi,” sebut Megy Sigasare dari Ende, Sabtu (27/11/2021).***Laurens Leba Tukan