KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Hagar Appa hanya pasrah pada keajaiban Tuhan atas kondisi kesehatan buah hatinya Martinus Bait yang divonis menderita kanker. Dengan wajah memelas, Hagar Appa membawa pulang buah cintanya yang baru berusia 14 tahun itu dari RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang dan tidak bisa dirawat lantaran tidak memiliki Kartu Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Hagar Appa keseharianya sebagai petani di Desa Fatukona, Kecamatan Takari, Kabupaten Kupang. Ia dan anaknya Martinus Bait ke RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang untuk berobat pada Senin (11/10/2021). Setibanya di loket pendaftaran, petugas loket mengatakan kartu BPJS milik Martinus Bait tidak aktif lagi sehingga Martinus gagal dirawat dan dibawa kembali ke salah satu kerabatnya di Oeba, Kelurahan Fatubesi, Kota Kupang.
Kepada wartwan, Hagar Appa mengatakan, sebenarnya Martinus memiliki kartu BPJS Kesehatan. Namun setelah dicek di kantor BPSJ Kupang, ternyata Nomor Induk Keluarga (NIK) Martinus tidak terdaftar dalam sistem BPJS. “Setelah mereka (petugas RSUD W. Z. Yohanes Kupang) tolak anak saya untuk berobat, kami disuruh petugas untuk cek ke kantor BPJS Kupang. Jadi saya suruh Om Mesak (paman dari Martinus) cek ke kantor BPJS dan ternyata bilang Martinus punya nama tidak terdaftar di BPJS. Akhirnya kami pulang,” jelas Hagar seperti dikutip dari InfoNTT.com.
Sekretaris Fraksi Golkar DPRD NTT, Ir. H. Mohammad Ansor yang juga Wakil Ketua Komisi V yang membidangi Kesehatan, mendesak pihak BPJS di NTT dan Dinas Sosial Provinsi NTT serta Kabupaten dan Kota agar segere bertindak. “Lakukan segera verifikasi dan validasi data untuk memetakan by name by adress siapa saja warga NTT yang sudah dinonaktifkan, dan hasilnya disampaikan kepada warga yang bersangkutan untuk diketahui,” sebut Ansor.
Politisi Golkar yang terpilih dua periode beruntun dari Dapil Kota Kupang itu mengatakan, peristiwa yang menimpa Martinus Bait, bocah penderita kanker yang tidak bisa melanjutkn pengobatan di RSU Johanes Kupang hanya karena kartu BPJSnya nonaktif, maka hal ini perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah dan BPJS Kesehatan. “Menurut data dari BPJS, di NTT ada sekitar 130 ribuan peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) dari pemerintah pusat yang dibiayai melalui APBD, dinonaktifkan oleh Kementrian Sosial. Hal ini akan menjadi masalah jika pemegang kartunya tidak tahu bahwa kartunya sudah tidak aktif lagi,” ujar Ansor.
Ia menambahkan, jika masyarakat tidak tau dan pada saat mau berobat baru pihak Rumah Sakit, Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan lainnya menyampaikan bahwa kartunya sudah tidak aktif, maka akan menimbulkan masalah baru. “Solusi yang saya tawarkan adalah Pemerintah Provinsi melalui Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten dan Kota agar meng-take over atau mengambilalih menjadi PBI daerah. Agar tidak membebani APBD Provinsi maka disharing dengan APBD Kabupaten dan Kota,” katanya.
Pasalnya, menurut Ansor, bagaimanapun juga para peserta BPJS yang kartunya dinonaktifkan adalah warga NTT yang terkategori tidak mampu yang perlu ditanggung negara. “Sangat memberatkan jika masyarakat yang sudah menjadi peserta PBI harus membayar sendiri iuran BPJSnya, apalagi ditengah pandemi covid-19 yang belum berlalu,” tambahnya.
Kepala BPJS Kesehatan Kupang, Yudi yang dikonfirmasi SelatanIndonesia.com, Senin (8/11/2021) mengatakan, untuk PBI JK, pihaknya mendapat data dari Kementrian Kesehatan dan Kementrian Kesehatan mendapatkan data dari Kementrian Sosial. “Jika ada peserta yang dinonaktifkan dari PBI JK segera lapor ke Dinas Sosial agar dimasukkan ke aplikasi Dinsos untuk bisa mendapatkan pelayanan kembali,” sebutnya singkat melalui pesan WhatsApp.***Laurens Leba Tukan