SENTANI,SELATANINDONESIA.COM – Kontingen PON XX Papua dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali meraih tiga lagi medali emas dari cabang Tarung Derajat, Pencak Silat dan Kempo Nomor Embu Pasangan Putra. Torehan prestasi itu menambah koleksi menjadi empat medali emas dari ajang olahraga paling bergengsi di Tanh Air itu. Emas untuk NTT pertama kali diraih oleh Susanti Ndapataka dari cabang Muaythai.
Medali emas dari Tarung Derajat diraih Yoseph Amarmeus setelah mengalahkan atlet Jambi, Chairul Naim di kelas 52,1–55 kg putra. Sedangkan Medali Emas dari Pencak Silat diraih Jeni Kause di kelas B (50-55) Putri. Anggota TNI AL itu mengalahkan Nurmalasari dari Jawa Barat dengan skor 5-0. Satu emas lagi disabet Yustino Elmaser dan Dionius Ramli dari cabang Kempo nomor embu pasangan putra. Tidak hanya itu, NTT juga menambah dua perunggu dari Pencak Silat masing-masing disumbangkan oleh Muh Zikri Prasong dan Ronald Neno.
Ketua KONI NTT, Dr. Andre Koreh, MT mengaku sangat gembira karena persoalannya bukan semata jumlah medali yang diraih tetapi bagaimana prosesnya atlet berjuang dan memberikan yang terbaik dari yang mereka miliki untuk kebanggaan daerah dan terlebih untuk harga diri dan masa depan mereka. “Itu yang membuat saya sangat terharu dan bangga. Mereka punya semangat memberi yang luar biasa. Soal kalah menang itu biasa. Tetapi mereka memberikan semua yang terbaik, buat saya itulah nilai perjuangan mereka yang patut kita hargai,” sebut Andre Koreh yang dihubungi SelatanIndonesia.com, Selasa (12/10/2021).
Disebutkan Andre, masih ada dua cabang olahraga lagi yang berpulang menyumbang medali Emas yaitu Kempo (2 Nomor) dan Tinju (3 Nomor). “Artinya sudah pasti ada tambahan 5 medali perak minimal. Karena besok 5 Noomor final ini akan dipertandingkan,” ujarnya.
Mantan Kepala Dinsa PUPR Provinsi NTT ini mengatakan, KONI NTT memang menargetkan 10 medali emas diantaranya 6 Kempo, 2 Tinju dan 2 Silat. “Tetapi minimal sama dengan raihan PON 19 Jabar yaitu 7 emas/7 perak dan 9 perunggu,” sebutnya.
Menurut Andre Koreh, prestasi itu tidak datang secara tiba-tiba melainkan melalui proses pengorbanan yang panjang. “Pengorbanan waktu, tenaga, pikiran dan biaya. Apalgi mereka mengorbankan waktu mereka di usia emas (18-25 tahun), maka sekecil apapun hasilnya kita patut menghargainya. Oleh karana itu pembinaan olah raga harus dilakukan berjenjang, bertahap dan secara sitematis dilakukan. Dan harus bersinergi,” katanya.
Disebutkan Andre, prestasi itu adalah kerja kolektif, kolaboratif antara atlet, pelatih, pengurus cabang olah raga dan tentunya pemerintah sebagai pendukung utama pembinaan. “Karena tidak ada manusia Superman yang membina atlet. Tetapi diperlukan supertim yang mau bahu membahu membangun pretasi atlet dalam semangat membangun manusia melalui olah raga. Sehingg kita tidak perlu melihat pretasi itu hanya sekedar dari perolehan medali. Tetapi lebih dari itu bagimana kita membina manusia yang punya daya juang yang gigih. Yang kalau menang, memang menang dengan jujur, dan kalaupun kalah, itu kalah dengan terhormat. Maka akan lahirlah manusia NTT yang punya jiwa sportif. Dan pada gilirannya akan hadir generasi muda yang tangguh, gigih dan mau bekerja sama untuk meraih apapun yang mereka impikan. Itu pesan saya,” pungkas Andre Koreh.***Laurens Leba Tukan