Tentang Imigran, Wagub Nae Soi Bakal Koordinasikan dengan Pempus

32
Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi bersama IOM dan Perwakilan Imigran yang ada di Kota Kupang, Jumat (21/05/2021) di Ruang Rapat Gubernur, Gedung Sasando Kupang. Foto: Frans Tiran

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Kemelut yang kini sedang menimpa para Imigran yang belum lama ini menggelar aksi demonstrasi di Kupang, mendapat perhatian serius dari Pemerintah Provinsi NTT. Bahkan, Wakil Gubernur NTT, Josef Nae Soi memimpin pertemuan antara Program Coordinator for Eastern Region International Organization For Migration (IOM) dan Perwakilan Imigran yang ada di Kota Kupang, Jumat (21/05/2021) di Ruang Rapat Gubernur, Gedung Sasando Kupang. Wagub juga bakal berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk menyelesaikan kemelut Imigran di Kota Kupang

Pertemuan ini dilaksanakan sebagai tindaklanjut dari pertemuan pada pagi harinya antara Wagub Nae Soi dengan Program Coordinator for Eastern Region International Organization For Migration (IOM), Son Ha Dinh dan Kepala Kantor IOM Kupang, Asni Yurika. Pertemuan itu dihadirkan juga sembilan orang Perwakilan Imigran masing-masing, Kubra Hassani, Taiba Ebrahimi, , Farzana Hossaini, Lala Hadri, Mahboba Hassani, Mohadisa Rahimi, Farashta Ataci, Fatama Ahmadi, Zabigda Asadi.

“Beberapa waktu terakhir ini, beberapa saudara kita sering mendatangi kantor IOM Kupang untuk menyakan nasib mereka. Dan memang karena Covid-19 jadi dari pihak IOM tidak bisa menemui langsung saudara-saudara sekalian. Tadi saja sebenarnya mereka berkeberatan, tapi saya meminta tolong untuk tetap bertemu membicarakan hal ini,” sebut Wagub Nae Soi.

Wagub nae Soi lalu memberikan kesempatan kepada Kubra, perwakilan Imigran untuk menyampaikan persoalan yang dialami oleh para imigran. “Benar-benar kami semua pengungsi sudah lama tinggal disini dan sudah lama kami tidak mendapat respons dari IOM. Dan, akhirnya kami lakukan demo, karena kami mengalami masalah medis, banyak diantara kami yang sakit, tapi dari IOM kurang mengurus saudara-saudara kami yang sakit,” sebut Kubra.

Kubra mengatakan, ada banyak Imigran juga mengalami stress berat, karena menghadapi kenyataan hidup yang sulit. “Kami kuatirkan jika tidak ada perhatian serius, maka pasti akan ada banyak diantara kami yang akan mati. Tiga tahun lalu mendapat kiriman dari UNHCR, dan aturan UNHCR dan IOM dari mereka kita harus tinggal di community house, dan mereka sudah berjanji untuk pindahkan ke kota lain yang ada community house, atau siap buat kami disini, kami bingung. Selama tiga tahun mereka tidak siap dan tidak pindahkan kami, kadang-kadang kalau kita bertanya mereka bilang community house ada dan kamu tinggal disitu. Kita tahu bahwa di Kupang hanya singgah saja, kami menjadi bingung siapa yang harus kita percaya? Dari IOM atau dari Kemenkumham”, kata Kubra dengan nada sedih.

Kubra juga mengungkapkan masalah pendidikan anak-anak berusia dibawah 14 dan 15 tahun untuk bisa bersekolah dan bisa mendapatkan ijazah. Ternyata hal tersebut yang didapatkan tidak sesuai dengan diharapkan, termasuk masalah kesehatan. Terhadap berbagai persoalan tersebut, pihak imigran merasa kecewa. “Kami berkeyakinan bahwa IOM tidak bekerja secara transparan”, lanjut Kubra.

Dihadapan Wagub Nae Soi, ia menyampaikan harapannya kepada IOM dan Pemerintah untuk tidak menjadikan mereka sebagai proyek. “Tolong jangan buat kami seperti proyek, kami ini manusia, kami ada perasaan, kami ada Hak Asasi sebagai manusia. Kami mau hanya keadilan, kalau memang kami harus tinggal di Community House, silahkan pindahkan kami, atau pindahkan kami. Karena kami punya anak tidak bisa sekolah dengan baik”, ungkap Kubra dengan isak tangis.

Son Ha Dinh, saat itu mengatakan, semua yang sudah terjadi ini oleh karena miskomunikasi. “Kesempatan ini adalah sangat baik untuk bisa mengetahui dan memahami persoalan yang dihadapi. Sebenarnya para imigran ini sudah menempati akomodasi Community House, seperti di Kupang Inn, Ina Bo’I Hotel dan Lavender Hotel. Karena UN juga telah merekomendasikan untuk memberikan fasilitas secara penuh untuk anda semua. Jadi pada dasarnya penggunaan kata Community House lebih kepada keadaan setiap tempat, karena setiap tempat memiliki penyebutan berbeda, seperti ada di tempat tertentu menyebut community house dengan shelter. Tergantung dari setiap orang menginterpretasikan maknanya. Yang jelas yang anda tempatkan di Kupang adalah Community House. Pada dasarnya, saat anda sudah tinggal di akomodasi UN, maka kami sudah memberi fasilitas yang anda inginkan seperti fasilitas untuk bisa belajar, dan juga belajar Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Anak-anak juga bisa bersekolah dan seluruh biaya sekolah juga ditanggung oleh IOM”, kata pria berdarah Vietnam ini.

Mendengar penjelasan dari IOM, Wagub Nae Soi mengatakan, konsep Pendidikan yang ditawarkan oleh IOM adalah untuk memberdayakan dan meningktkan kompetensi yang dimiliki oleh para imigran. Wagub meminta agar para Imigran juga harus mengikuti saran dan masukan dari IOM, dan IOM juga pasti akan memperhatikan keluhan dari para imigran. “Bagi anda semua yang ingin menyekolahkan anak di NTT atau di Indonesia, kita hanya bisa memberikan surat keterangan sekolah, karena ini merupakan aturan di Indonesia”, tegas Wagub.

Wagub Nae Soi berjanji segera menghubungi pemerintah pusat untuk mendapatkan jalan keluar terbaik untuk mengatasi masalah ini. ”Beri saya waktu satu bulan, anda semua harus sabar, saya harus berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk mendapatkan jawaban terbaik dari permasalahan ini. Sambil menanti jawaban dari saya, maka saya mohon kepada Kubra dan teman-teman untuk tetap bersabar, berdoa dan tidak melakukan demo, karena kalau demo, berarti anda akan berhadapan dengan pihak keamanan”, tegas Wagub.

Mendengar penjelasan dari Wagub Nae Soi, perwakilan imigran menyetujuinya, sambal bersabar menanti jawaban hasil koordinasi Wagub JNS dengan Pemerintah Pusat sebulan mendatang.

Hadir pada pertemuan tersebut Kepala Badan Kesbangpol Provinsi NTT, John Oktovianus, Kepala Rumah Detensi Imigrasi Kupang, Heksa A. Supardi, Kanit POA (Perlindungan Orang Asing) Polres Kupang Kota, Kornelis Kudji, Kasubag Non Litigasi dan HAM Biro Hukum Setda Provinsi NTT, Martha S. Ratoe Oedjoe, SH, M. Si, Kasubag Penyusunan Produk Hukum Penetapan Biro Hukum Setda Provinsi NTT, Hany Ratuwalu.*)Frans Tiran

Editor: Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap