MELKI-JOHNI Unggul dalam Survey Voxpol, Politik Identitas Tidak Relevan di Pilkada NTT

59
Pasangan Calon Gubernur NTT nomor urut 2, Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johni Asadoma.

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT nomor urut 2, Emanuel Melkiades Laka Lena dan Johni Asadoma unggul dalam survei yang dilakukan Voxpol Center. Isu politik identitas tidak relevan dalam pilkada NTT.

Survei itu digelar pada 5 hingga 14 Oktober 2024 dengan melibatkan 1.200 responden. Para responden merupakan WNI yang berdomisili di NTT dan punya hak pilih. Survei dilakukan dengan metode wawancara secara face to face. Adapun margin of error survei 2,83% dengan tingkat kepercayaan 95%.

Para responden diberikan pertanyaan ‘seandainya pemilihan langsung Kepala Daerah dilaksanakan hari ini, siapa pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT yang akan ibu/bapak/saudara pilih?’ Hasilnya, pasangan Emanuel Melkiades Laka Lena-Johanis Asodoma unggul dengan raihan 37,6 % disusul Yohanis Fransiskus Lema-Jane Natalia Suryanto pada 34,8%, dan Simon Petrus Kamlasi-Andreas Garu 19,8%. Masih tersisa 7,8% yang Tidak Tahu dan Tidak Jawab.

“Ketika ditanyakan pasangan, ini simulasi berpasangan, ini 37,6% hasil survei kita itu ada di Pak Emmanuel Melkiades dan Pak Johni, kemudian di 34,8% ini ada di Pak Yohanis Fransiskus dan Bu Jane Natalia, kemudian disusul Pak Simon di 19,8%, pada simulasi berpasangan ini,” jelas peneliti Voxpol Center M. Erfa Redhani saat memaparkan hasil survei, Kamis (17/10/2024).

Pengamat politik dari Undana Kupang, Yohanes Jimmy Nami menilai bahwa isu politik identitas, khususnya mengenai putra daerah, yang kerap dimainkan paslon tertentu sudah tidak lagi relevan dalam kontestasi Pilkada NTT 2024. “Isu putra daerah menjadi sangat tidak relevan di Pilkada NTT hari ini,” ujar Jimmy Nami belum lama ini.

Jimmy menyebut, Melki Laka Lena, Yohanis Fransiskus Lema, dan Jane Natalia Suryanto merupakan tiga kandidat yang telah membuktikan kemampuan dan kapasitas mereka dalam Pemilu yang digelar tanggal 14 Februari 2024 lalu.

Ketiga figur itu, kata dia, maju sebagai calon anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) NTT II yang mencakup Pulau Timor, Rote, Sabu Raijua, dan Sumba, meskipun mereka bukan representasi langsung dari wilayah-wilayah tersebut.

“Tetapi, mereka justru mendapat suara yang signifikan. Sehingga, isu putra daerah ini kalau dimainkan terus dalam Pilkada kali ini, saya punya ketakutan akan jadi bumerang. Karena peta elektoral pada Pileg kemarin sudah menunjukan itu,” jelasnya.

Jimmy menyebut sangat beda dengan pemilih di Pulau Flores, yang lebih memiliki kecenderungan ideologis dan simetris terhadap partai politik yang mereka dukung selama ini. Sehingga isu putra daerah dianggap kurang tepat.

“Jadi kalau bicara politik identitas, harusnya menjadi alarm untuk ketiga pasangan calon, karena dalam konteks sekarang ini sangat tidak relevan lagi untuk dikapitalisasi dalam politik elektoral kita,” terangnya.

Representasi Wilayah Tidak Menjamin

Pakar Politik Undana, Dr. Rudi Rohi, menyebut bahwa Melki Laka Lena dan Yohanis Fransiskus Lema, meskipun berasal dari Flores, tetapi mampu meraih suara yang banyak di Dapil NTT II yang meliputi Timor, Rote, Sabu Raijua, dan Sumba.

Hal ini, kata Rudi Rohi, menunjukkan bahwa representasi wilayah atau asal daerah tidak selalu menjadi faktor utama dalam memenangkan dukungan dari para pemilih di wilayah setempat.

Dia mengatakan, jika dilihat peta politik di pulau-pulau besar di Nusa Tenggara Timur, maka akan dihubungkan dengan sejarah politik elektoral yang terjadi beberapa tahun belakangan.

Menurut Rudi, Melki Laka Lena dan Yohanis Fransiskus Lema, adalah dua orang kandidat yang sama-sama berasal dari Pulau Flores, lebih tepat di Kabupaten Ende, dan mereka harusnya menjadi representasi dari wilayah Pulau Flores.

“Tetapi menariknya, ketika Melki dan Ansy maju DPR RI, mereka berdua justru menang dari Dapil NTT II yang meliputi Timor, Rote, Sabu Raijua dan Sumba. Bukan dari Flores,” jelasnya.

Sehingga, Rudi menyebut kalau ada calon tertentu yang merupakan representasi dari pulau besar juga kurang relevan atau tidak menjamin. Karena Melki dan Ansy walaupun dari Flores, tetapi meraih suara signifikan di pulau yang bukan merupakan daerah asal mereka.

Sedangkan Simon Petrus Kamlasi, kata Rudi Rohi, sejak awal dia hanya konsentrasi di Pulau Timor, khususnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kabupaten Kupang.

“Dan saya yakin bukan berarti Simon Kamlasi ini representasi dari orang Timor lalu dia dipilih banyak orang di Pulau Timor ini. Saya kira tidak juga,” ungkap Rudi Rohi.

Hal itu, kata dia, dipengaruhi banyak faktor, seperti politisi-politisi sebelumnya, dan partai yang terhubung dengan pulau besar yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Dia mencontohkan NasDem yang pada Pilkada 2018 sebagai partai koalisi yang memenangkan calon yang mereka usung. Namun dalam kepemimpinan selama lima tahun justru mendapat banyak catatan negatif dari masyarakat di pulau-pulau besar, terutama di Sumba.

“Sehingga kita lihat Sumba yang awalnya memberikan dukungan besar, justru hari ini kurang mendukung pasangan calon yang diusung oleh Partai NasDem,” terangnya.

Sementara Melki Laka Lena dan Ansy Lema selama ini karir politik legislatif mereka dibangun di dapil yang berada di Timor, Rote, Sabu Raijua dan Sumba, tetapi komunikasi politik yang dimainkan sangat mempengaruhi masyarakat untuk memilih mereka.

“Sehingga kalau kita lihat survei hari ini, peluang terbesar itu berada pada Melki-Johni dan Ansy-Jane. Karena elektabilitas mereka akhir-akhir ini cukup tinggi. Meski tiga Paslon itu memiliki peluang yang sama,” terangnya.

Dia berharap Pilkada yang kompetitif bisa meningkatkan pendidikan politik dan partisipasi politik, terutama partisipasi pemilih di Nusa Tenggara Timur.

“Saya harap semua pasangan calon hari ini bisa memanfaatkan momen ini untuk terus membangun pendidikan politik yang baik untuk masyarakat Nusa Tenggara Timur,” tandasnya.*/)Eman Krova/Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap