Gibran Mendarat, Lambo Menggenang: Flores di Tengah Peta Pangan Nasional

187
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka didampingi Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena ketika meninjau proyek pembangunan bendungan Mbay atau sering disebut Bendungan Lambo di Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa Selatan, Nagekeo, Selasa sore, (6/5/2025). Foto: BPMI Sekretariat Wakil Presiden

Wapres Gibran meninjau proyek bendungan raksasa di Nagekeo. Pemerintah menjanjikan pangan, air, dan energi dari jantung Flores. Warga menanti bukti, bukan janji.

MBAY,SELATANINDONESIA.COM – Helikopter Super Puma milik TNI AU mendarat di tanah kering Desa Rendubutowe, Kecamatan Aesesa Selatan, Nagekeo, Selasa sore, (6/5/2025). Debu beterbangan. Dari kabin keluar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, didampingi Gubernur Nusa Tenggara Timur, Emanuel Melkiades Laka Lena, serta para pejabat lokal.

Dari titik pendaratan, rombongan menempuh beberapa ratus meter ke arah utara, menyusuri jalan berbatu yang mengarah ke salah satu proyek infrastruktur terbesar di Pulau Flores: Bendungan Mbay atau yang dikenal juga sebagai Bendungan Lambo. Dengan rompi proyek dan Sepatu boot kuning, Wapres Gibran berdiri di atas tanggul sementara, memandang ke arah cekungan raksasa yang kelak menjadi tandon air berkapasitas hampir 53 juta meter kubik.

“Ini bukan hanya proyek air, tapi juga proyek harapan,” ujar Gibran kepada para wartawan usai peninjauan.

Pemerintah menjanjikan bendungan yang dibangun sejak September 2021 ini akan menjadi tulang punggung ketahanan pangan, penyediaan air baku, dan energi terbarukan di NTT. Proyek ini masuk dalam 77 Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029.

Progres fisiknya per awal Mei 2025 telah mencapai 80,4 persen, dengan target rampung tahun depan. Bila selesai, bendungan ini akan mengairi 6.240 hektare sawah, meredam banjir seluas 3.200 hektare, menyuplai 205 liter air bersih per detik, dan membuka potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) hingga 117,5 megawatt. Nilai proyeknya mencapai Rp1,47 triliun, terbagi dalam dua paket kontrak besar.

Wapres Gibran menegaskan, proyek ini tak boleh semata-mata dilihat dari sisi teknis. “Ini harus menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru,” ujarnya, seraya menyebut potensi wisata air di sekitar kawasan bendungan.

Bagi Gubernur Laka Lena, kehadiran bendungan ini menjadi tonggak pembuktian bahwa timur Indonesia tak lagi dipinggirkan. “Ini bukan proyek simbolik. Kami ingin buktikan, dengan air dan cahaya, kita bisa hidup lebih baik,” kata politisi Golkar itu.

Namun proyek raksasa ini juga tak sepi dari suara kritis. Beberapa warga dan pegiat lingkungan di Nagekeo menyuarakan kekhawatiran soal relokasi warga dan dampak ekologis terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS) sepanjang 138 kilometer persegi. Pemerintah daerah menjanjikan pendekatan partisipatif dan kompensasi yang adil.

Di sela kunjungan, Wapres juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas pemerintah untuk memastikan proyek ini berkelanjutan dan benar-benar berpihak kepada petani dan warga lokal. “Jangan hanya membangun beton. Bangun juga kapasitas manusianya,” katanya.

Sore itu, setelah meninjau lokasi selama kurang lebih satu jam, rombongan kembali ke helikopter. Langit mulai meredup. Dari udara, bayangan bendungan yang belum penuh itu tampak seperti cekungan raksasa yang menanti diisi—air, harapan, dan janji-janji pembangunan.*/llt/BPMI Sekretariat Wakil Presiden

Center Align Buttons in Bootstrap