
Dalam Musrenbang dan Forum Konsultasi Publik, Pemerintah Kabupaten Rote Ndao menggagas transformasi menyeluruh melalui sembilan tekad pembangunan, menjemput masa depan dari desa-desa pesisir hingga puncak bukit batu karang.
BA’A,SELATANINDONESIA.COM – Gedung pertemuan utama Kantor Bupati Rote Ndao pagi itu tak hanya dipenuhi kursi dan layar proyektor. Kamis (24/4/2025), tempat itu menjadi ruang berkumpulnya gagasan-gagasan besar tentang masa depan kabupaten paling selatan Indonesia. Pemerintah Kabupaten Rote Ndao menggelar dua forum strategis sekaligus yaitu Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RKPD Tahun 2026 dan Forum Konsultasi Publik (FKP) Rancangan Awal RPJMD 2025–2029.
Kedua forum ini menjadi titik mula dari sebuah transformasi besar yang disebut Bupati Paulus Henuk sebagai “perjalanan dalam bingkai Ita Esa.” Di hadapan wakil bupati, unsur DPRD, Forkopimda, dan tokoh masyarakat, Bupati Henuk memaparkan rencana pembangunan lima tahun ke depan dengan semangat baru. Visi itu terangkum dalam sembilan tekad pembangunan yang ia sebut sebagai Mbule Sio, bahasa Rote untuk sembilan pijakan utama.
“Transformasi Rote Ndao tak bisa ditunda. Kita ingin pelayanan publik yang lebih baik, sumber daya manusia yang cerdas dan berdaya saing, serta ekonomi inklusif yang memberdayakan semua, dari nelayan hingga pelaku wisata,” ujar Bupati Henuk, penuh penekanan.
Visi yang diusung tak hanya menyentuh tataran teknokratis. Dengan tema “Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik melalui SDM Berkualitas dan Ekonomi Inklusif”, pemerintah daerah menargetkan penguatan sektor-sektor tradisional seperti pertanian, peternakan, perikanan, dan pariwisata yang merupakan sektor-sektor yang menjadi denyut hidup masyarakat Rote dari masa ke masa.
Yang tak kalah penting, pembangunan ke depan akan digerakkan oleh lima prioritas besar: reformasi birokrasi, penguatan SDM lokal, pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal, kesejahteraan sosial yang adil dan inklusif, serta pembangunan infrastruktur dan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Dalam forum yang berlangsung secara daring dan luring itu, tampak pula wajah-wajah lama dan baru: dari para sesepuh seperti Drs. Jonas C. Lun dan Stefanus M. Saek hingga tokoh agama dan perwakilan kelompok disabilitas. Semua hadir bukan sebagai simbol, tapi sebagai bagian dari proses konsultasi dan partisipasi yang menjadi fondasi perencanaan.
“Ini bukan sekadar forum seremoni,” ujar seorang peserta dari kelompok inklusi. “Kami ingin pembangunan ke depan benar-benar menyentuh kami yang selama ini ada di pinggiran.”
Di ujung forum, Bupati Henuk menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah mendukung proses pembangunan selama ini. Ia tahu benar, membangun dari pulau paling selatan Indonesia bukan perkara mudah. Tapi lewat sembilan tekad yang disepakati hari itu, Pemerintah Kabupaten Rote Ndao ingin menulis ulang babak baru dalam sejarahnya, dengan langkah yang lebih inklusif dan bermartabat.*/) DKISP Rote Ndao/llt