Komitmen Hijau di Tanah Kering, NTT Tuan Rumah Pertemuan Nasional WALHI

130
Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena bersama rombongan WALHI NTT, Selasa (22/4/2025). Foto: biroadpim

Gubernur NTT, Melki Laka Lena menyambut undangan WALHI. Pertemuan nasional isu lingkungan akan digelar di Sumba Timur, jantung konflik ekologis NTT.

 KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Ruang kerja Gubernur Nusa Tenggara Timur di Gedung Sasando, Jalan El Tari, Kupang, berubah menjadi ruang diplomasi lingkungan, Selasa pagi, (22/4/2025). Di meja kayu kecil yang biasa menjadi saksi rapat pembangunan infrastruktur dan perdebatan anggaran, hari itu hadir sekelompok aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT. Mereka datang bukan untuk menggugat tambang atau menyoal hutan gundul, melainkan membawa undangan istimewa.

Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah, menyampaikan langsung maksud kedatangan mereka. “Kami mengundang Bapak Gubernur untuk hadir dan memberikan sambutan dalam Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup pada September mendatang di Sumba Timur,” ujar pria gondrong yang selalu mengenakkan sarung tenunan khas Sumba.

Acara tersebut, kata Umbu, akan menghimpun sekitar seribu aktivis lingkungan, peneliti, dan pegiat masyarakat sipil dari seluruh Indonesia. “Ini bukan hanya pertemuan empat tahunan WALHI, tapi momentum konsolidasi nasional untuk keadilan ekologis,” sebutnya.

Sumba Timur bukan pilihan sembarangan. Wilayah dengan lanskap sabana dan cerita panjang soal agraria itu menjadi titik temu antara kearifan lokal dan ekspansi ekonomi modern. Di sana, pembangunan jalan bisa bersinggungan dengan tanah adat; pembukaan lahan bisa berarti hilangnya sumber air warga. Maka, menjadi tuan rumah forum lingkungan nasional bukan hanya simbolis, tapi politis.

Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena menyambut undangan itu dengan tangan terbuka. Ia menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan warga dalam menjaga lingkungan. “Pemerintahan Melki–Jhoni berkomitmen menjadikan kelestarian lingkungan sebagai fondasi pembangunan NTT,” katanya.

“Kita tidak ingin membangun dengan mengorbankan ekosistem yang menjadi sumber hidup orang banyak,” tambah Gubernur Melki didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTT, Ondy Christian Siagian.

Pernyataan itu terdengar seperti sinyal perubahan arah. Di bawah kepemimpinan sebelumnya, NTT sering dikritik karena memberi karpet merah bagi investasi tambang dan perkebunan skala besar. Kini, di era Gubernur Melki, narasi yang dibangun mulai berubah, dari pembangunan eksploitatif ke pembangunan berkelanjutan.

Namun, komitmen politik selalu menuntut pembuktian di lapangan. Apalagi di NTT, di mana proyek-proyek besar kerap berbenturan dengan hak-hak masyarakat adat dan kawasan konservasi. Pertemuan Nasional WALHI nanti akan menjadi panggung untuk menguji sejauh mana janji-janji itu bisa diterjemahkan ke dalam tindakan nyata.

“Ini bukan sekadar seremoni. Ini panggilan sejarah bagi NTT untuk menunjukkan bahwa pembangunan tak harus bertentangan dengan alam,” tegas Umbu Wulang.

September nanti, di antara angin sabana dan langit Sumba yang luas, Indonesia akan melihat, NTT memimpin pergerakan hijau dari Timur.*/)radith/llt

Center Align Buttons in Bootstrap