SIASAT BELANJA DITENGAH ANCAMAN INFLASI

62
Ronald Patrick F

 Oleh Ronald Patrick F – Dosen FEB Undana Kupang

Belanja dan Inflasi adalah kawan seiring; lonjakan belanja yang tak terkendali memicu inflasi, yang kemudian menekan daya beli, berakibat menurunnya belanja, dan ekonomi mengalami kontraksi. Karena itu, siasat belanja menjadi sangat penting, utamanya menjelang akhir tahun, agar inflasi tetap terjaga pada tingkat yang diinginkan.

Menjelang Natal dan Tahun Baru 2024, Nusa Tenggara Timur (NTT) menghadapi tantangan besar yang berdampak pada perekonomian lokal. Kenaikan permintaan barang, yang biasanya terjadi saat perayaan, di tambah inflasi yang mungkin bisa meningkat, serta kebijakan pemerintah mengenai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, menciptakan situasi yang kompleks bagi masyarakat dan pelaku usaha di provinsi ini.

Setiap akhir tahun, tradisi merayakan Natal dan Tahun Baru di NTT, selalu disertai dengan lonjakan permintaan terhadap berbagai barang dan jasa. Pasar-pasar di kota besar seperti Kupang, ramai dipenuhi masyarakat yang berburu bahan makanan, pakaian, dan dekorasi untuk merayakan momen spesial ini. Namun, peningkatan permintaan ini sering kali tidak diimbangi dengan pasokan yang memadai, sehingga harga-harga barang mengalami kenaikan.

Inflasi yang terjadi, di NTT  tercatat sekitar 1,13%, berdasarkan data BPS bulan Oktober.  Inflasi sebesar 1,13% dapat dikategorikan sebagai tingkat inflasi yang relatif rendah dan sering dianggap normal dalam konteks ekonomi. Namun, dampaknya terhadap daya beli masyarakat bisa bervariasi tergantung pada beberapa faktor, seperti daya beli, pendapatan dan kenaikan harga barang tertentu. Hal ini bisa menambah tekanan pada daya beli masyarakat. Kenaikan harga barang, seperti daging, sayuran, dan bahan pokok lainnya, membuat banyak keluarga harus merogoh kocek lebih dalam,  untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam situasi ini, masyarakat yang berpenghasilan rendah paling merasakan dampaknya, karena mereka tidak memiliki banyak pilihan untuk menyesuaikan anggaran belanja mereka.

Selain inflasi dan kenaikan permintaan, kebijakan pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12% mulai diberlakukan awal tahun. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara, tetapi di sisi lain, dapat menambah beban bagi masyarakat dan pelaku usaha. Kenaikan PPN ini berpotensi membuat harga barang dan jasa lainnya semakin mahal, sehingga mempengaruhi pola konsumsi masyarakat.

Di tengah situasi ini, pelaku usaha di NTT juga harus menghadapi tantangan. Kenaikan biaya operasional akibat PPN yang lebih tinggi, dapat memaksa mereka untuk menaikkan harga jual. Hal ini dapat berimbas pada penurunan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi lokal. Masyarakat yang sudah terbebani oleh inflasi, kini harus beradaptasi dengan harga-harga baru yang lebih tinggi, menciptakan tekanan tambahan pada keuangan mereka.

Menghadapi kenaikan PPN menjadi 12%, masyarakat NTT perlu mengadopsi beberapa strategi untuk menjaga stabilitas keuangan dan daya beli mereka. Pertama, edukasi finansial menjadi kunci. Masyarakat perlu memahami cara mengelola anggaran rumah tangga dengan bijak, termasuk memprioritaskan kebutuhan pokok dan mengurangi pengeluaran untuk barang-barang yang tidak esensial. Kedua, mencari alternatif sumber penghasilan bisa menjadi solusi. Masyarakat dapat memanfaatkan potensi lokal, seperti pertanian atau kerajinan tangan, untuk menciptakan produk yang bisa dijual. Dengan demikian, mereka tidak hanya bergantung pada pendapatan dari pekerjaan tetap. Ketiga, kolaborasi dengan pemerintah dan komunitas sangat penting. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam program-program yang ditawarkan oleh pemerintah untuk mendukung usaha kecil dan menengah, seperti pelatihan keterampilan atau akses ke modal usaha. Ini dapat membantu mereka beradaptasi dengan kondisi ekonomi yang berubah.

Akhirnya, membangun kesadaran kolektif untuk mendukung produk lokal juga menjadi langkah strategis. Dengan membeli barang-barang yang diproduksi di daerah sendiri, masyarakat dapat membantu menjaga kestabilan harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Melalui langkah-langkah ini, diharapkan masyarakat NTT dapat menghadapi tantangan kenaikan PPN dengan lebih siap dan resilient. Di tengah tantangan ini, penting bagi pemerintah daerah dan pihak terkait untuk mengambil langkah-langkah strategis. Edukasi kepada masyarakat tentang cara mengelola keuangan di tengah inflasi dan kenaikan PPN sangat diperlukan. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan ketersediaan bahan pokok melalui pengawasan pasar dan kerjasama dengan distributor untuk menjaga stabilitas harga. Pemerintah juga dapat mempertimbangkan insentif bagi pelaku usaha kecil dan menengah agar mereka tidak terlalu tertekan oleh kenaikan biaya. Dengan dukungan yang tepat, diharapkan pelaku usaha dapat mempertahankan harga yang wajar tanpa harus mengorbankan kualitas produk mereka.

Menjelang Natal dan Tahun Baru 2024, NTT berdiri di persimpangan antara tradisi merayakan dan tantangan ekonomi yang harus dihadapi. Inflasi, kenaikan permintaan, dan kebijakan PPN yang baru, membawa dampak signifikan bagi masyarakat dan perekonomian lokal. Namun, dengan upaya kolaboratif antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, diharapkan NTT dapat melewati masa-masa sulit ini dengan baik, menjaga semangat perayaan, serta membangun ketahanan ekonomi yang lebih kuat ke depannya.(*)

Center Align Buttons in Bootstrap