Warga Watodiri Datangi Polres Lembata, Desak Periksa Anak Korban

677
Kapolres Lembata, AKBP. Yoce Marten

LEMBATA, SELATANINDONESIA.COM-Belasan warga Desa Watodiri, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, Senin (24/8/2020), mendatangi Mapolres Lembata.

Dihadapan Kapolres Lembata, AKBP. Yoce Marten, warga meminta penyidik memeriksa sejumlah saksi yang dinilai memiliki keterkaitan dalam peritiswa tewasnya almahrum Kanisus Tupen (65 tahun) pada 24 April 2020 lalu.

Belasan warga yang dipimpin Yosep Deke, meminta kapolres dan jajaran penyidik, memeriksa sejumlah saksi yang diajukan. Menurut warga, ada kejanggalan yang disebabkan anak kandung korban tidak dilibatkan oleh para saudara almahrum dalam proses pencarian sebab-sebab kamatian almahrum Kanisus Tupen (65 tahun) tersebut.

Knisus Tupe, ditemukan tewas di laut Desa Watodiri pada 24 April 2020 tengah malam. Kasus tersebut baru dilaporkan 3 bulan kemudian yakni pada bulan Juli 2020 kepada Polisi.

“Ada sejumlah kejanggalan yang kami rasakan dalam proses ini. Terutama bagaimana pihak keluarga almahrum memperlakukan anak kandung korban. Salah satu kejanggalan itu seperti ketika keluarga berupaya mencari tau sebab-sebab kematian almahrum yang tidak melibatkan anak kandung korban. Misalnya saat ke Dukun, anak kandungnya tidak diajak, pada saat bloding atau kerasukan di rumah almahrum, anak kandung almahrum dilarang mengikuti, mendengar dan dilarang untuk bicara. Menurut kami sebagai warga, itu sebagai kejanggalan yang penting dalam membantu proses penyelidikan Polisi,” beber Yos Deke.

Menurut Yos Deke, Penyidik Polres Lembata perlu memeriksa keterangan sejumlah saksi terutama anak kandung korban, serta tidak berpihak dalam memeriksa saksi.

Kapolres Lembata, AKBP. Yoce Marten menjelaskan, pihaknya tidak berpihak.  “Bukan berpihak. Saya lihat karena banyak persepsi muncul di masyarakat, akhirnya warga yang nota bene memiliki pertalian kekerabatan itu mulai mengelompok”, terang Kapolres Yoce Marten.

Dikatakan, munculnya friksi di tengah warga Desa Watodiri, disebabkan upaya warga menggunakan cara-cara tradisional mencari tau sebab-sebab kematian korban.

“Memang dari pihak warga di sana melakukan beberapa ritual, ada yang seremoni, ada yang pake bloding (kerasukan). Saya itu percaya hal-hal magic. Saya percaya itu. Tetapi kalau melakukan hal-hal seperti itu mohon untuk menjadi konsumsi sendiri. Tidak untuk disebar luaskan. Dalam arti untuk menambah keyakinan bahwa Tuhan itu Maha Besar dan menunjukan segala sesuatu. Ya, sebatas itu. Tapi kalau ini dipublikasikan, ya rata-rata warga kita kan percaya, nanti dikira itu yang bener, nanti malah mengabaikan proses penyelidikan atau pengumpulan saksi dan bukti yang kami laksanakan,” terang Kapolres Yoce Marten.

Kapolres Lembata menyayangkan muncunya friksi di Desa Watodiri yakni kelompok pelapor dan kelompok calon tersangka. “Yang merilis calon tersangka, siapa saya bilang. Kita ini masih penyelidikan. Semua itu kita periksa saksi. Kita belum sampai pada kesimpulan, karena masih butuh waktu”, jelas Kapolres Yoce Marten.

Disebutkan juga, saat ini pihak Kepolisian Resort Lembata bertumpu pada laporan dua orang yang menemukan mayat, sebagai pelapor.

“Karena mereka pelapor ya otomatis kita fokus pada keterangan mereka dulu. Kalau sudah saya urut, saya akan mengambil keterangan kelompok sebelah sebagai pembanding”, ujar Kapolres Lembata, AKBP Yoce Marten.*)Teddi Lagamaking

Edior: Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap