Wagub Nae Soi: Besipae, untuk Bonum Commune Superma Lex

944
Wakil Gubernur NTT, Josef A. Nae Soi

KUPANG,SELATANINDONESIA.COM – Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur, Josef A. Nae Soi menegaskan, kemelut yang sedang terjadi di Besipae mesti diselesaikan dengan nyaman antara pemerintah dan masyarakat. “Pemerinrah harus terus bersatu dengan masyarakat untuk mamapu menyelesaikan masalah-masalah tanah. Saya dengan Pak Gubernur selalau mengedepankan, bonum commune suprema lex, kesejahteraan masyarakat adalah hukum tertinggi,” sebut Wagub Nae Soi usai sidang paripurna DPRD NTT, Rabu (19/8/2020).

Dikatakan Wagub, kedua belah pihak harus saling mengendalikan diri baik pemerintah maupun masyarakat. “Jangan ada salah satu pihak yang memprofokasih untuk melakukan tindakan-tindakan yang tida kita inginkan, itu himbauan saya, supaya semuanya bisa bersatu untuk menyelesaikan persoalan yang saat ini lagi diselesaikan oleh pemerintah provinsi NTT,” ujarnya.

Disebutkan Wagub, pemerintah telah menyiapkan rumah dengan lahan untuk ditempati masyarakat. “Saya beberapa hari lalu sebelum 17 Agustus setelah acara di Temef sempat singgah sebentar di Besipae, dan memang masyaraat tinggal di sana bukan tinggal di rumah, dan tidak ada laki-laki, hanya ibui-ibu dan anak-anak. Saya lalu minta, darpada kedinginan saya ajak untuk ke rumah yang telah disiapkan pemerintah, tetapi mereka timggal sekarang,” sebutnya.

Wagub Nae Soi mngatakan,  pemerintah tugasnya melindungi seluruh lapisan warga negara masyarakat agar lebih sejahtera, termasuk rumah yang disipakan pemerintah yang lebih bagus. “Saya juga tidak tau alasanya kenapa mereka tidak mau tinggal di rumah yang kita siapkan,” ujar Wagub.

Kuasa Hukum warga Besipae, Ahmad Bumi, S.H ketika melaporkan kasus pengrusakan rumah warga Besipae, Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten TTS, di Polda NTT, Rabu (19/8/2020) mengatakan,   pembongkaran yang dilakukan adalah perbuatan yang melanggar hukum, dan  diduga melanggar Pasal 170 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1e KUHP.

Kuasa Hukum warga Besipae, Ahmad Bumi, S.H bersama tim usai melaporkan kasus pengrusakan rumah warga Besipae, Kecamatan Amnuban Selatan, Kabupaten TTS, di Polda NTT, Rabu (19/8/2020). Foto: SelatanIndonesia.com/Laurens Leba Tukan

“Rumah yang dlbongkar dan dirusak adalah rumah milik warga Besipae, yang dibangun dengan biaya sendiri dan dijadikan rumah tinggal bagi keluarga, anak dan isteri. Warga Besipae sudah berulang kali mengajukan protes dan menolak rumah mereka dilakukan pembongkaran secara sepihak tapi aparat tetap memaksa untuk membongkar rumah warga tersebut,” ujar Ahmad Bumi.

Disebutkan Ahmad Bumi, pembongkaran rumah warga Besipae dipimpin oleh Kasat Pol PP Provinsi NTT Cornelis Wadu, dan dijaga ketat oleh aparat keamanan dari Satuan Brimob Polda NTT. “Selain rumah warga Besipae dibongkar rata dengan tanah, makanan dan alat-alat masak diangkut dan dibawah, dan para korban tidak mengetahul makanan dan alat-alat masak bersebut dibawah kemana,” katanya.

Ia menambahkan, warga Besipae yang rumahnya dibongkar menghadapi ancaman dan intimidasi lantatan aparat turun dengan senjata lengkap. “Warga menangis melihat rumahnya dibongkar tapi tidak dihiraukan. Setelah rumah warga Besipae dibongkar, warga tinggal dibawah pohon dan membangun gubuk darurat untuk tempat tinggal sementara, tapi kemudian rumah gubuk tersebut juga dlbongkar dan diratakan,” ujar dia.

Ahmad Bumi mengatakan, harusnya Pemda Propinsi Nusa Tenggara Timur menggugat dulu di Pengadilan dengan gugatan pengosongan lahan, bukan membongkar rumah milik warga secara sepihak. “Ini perbuatan melanggar hukum. Rumah yang dibongkar bukan rumah milik Pemerintah, tapi rumah milik warga Besipae yang dibangun sendiri. Warga Besipae tinggal di lokasl nenek moyang meneka yang diperoleh secara turun temurun di dalam lokasl tanah adat Besipae,” katanya.

Ia menambahkan, perbuatan atau tindakan sepihak dengan membongkar rumah warga adalah perbuatan yang melanggar hukum. Menurut dia, tata cara pembongkaran mmah warga Beslpae secara seplhak dan pemaksaan kehendak adalah tata cara yang tidak memberikan edukasi hukum yang baik bagi masyarakat. “Masyarakat Timor Tengah Selatan selalu hadir dengan symbol yang sangat dihormatl yakni tanah, batu, hutan dan air. Membongkar rumah warga dan menggusur mereka secara sepihak sama dengan merusak kain tenun kebesaran mereka sebagai symbol adat yang dikenakan Bapak Presiden Jokowi pada had Kemerdekaan R1 tanggai 17 Agusms 1945 di istanah Negara.

Ahmad Bumi yang didampingi anggota timnya Husni Kusuma Dinata, S.H, H.H, Petrus Lamanledo, S.H, Mardan Yosua Nainatun, S.H, Agustina Magdalena Nenoliu, S.H Nurhayati Kasman, S.H, dan Ahmad Azis Ismail, S. H menjelaskan, laporan pidana yang dilakukan Warga Besipae di Polda NTT ini adalah bahagian dari edukasi hukum kepada warga masyarakat.

“Artinya penegakkan hukum harus dilakukan dengan tata cara yang benar menurut hukum, tidak menegakkan hukum yang dilakukan dengan tata cara yang melanggar hukum. Kami menyampaikan agar Pemda Propinsi NTT menahan diri untuk memaksakan kehendak, tidak lagi mengintimidasi warga. Klaim kepemilikan lahan di lokasi Besiapae agar ditempuh melalui jalur hukum, tidak dilakukan dengan tata cara yang melanggar hukum. Hindari tata cara pemaksaan kehendak secara sepihak,” pungkas Ahmad Bumi.

Ia menerangkan, laporannya di Polda NTT telah diterima oleh pihak Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) di Mapolda NTT untuk diproses lebih lanjut. ***Laurens Leba Tukan

Center Align Buttons in Bootstrap